Jalankan Amanat Presiden, Baleg DPR Tegaskan Prinsip Partisipasi Bermakna dalam Penyusunan RUU PPRT

Nasional121 Dilihat
banner1080x1080

DENPASAR,SumselPost.co.id – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menegaskan komitmen pihaknya untuk menjalankan prinsip meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Proses tersebut ditargetkan rampung dalam waktu tiga hingga lima bulan sebagaimana arahan Presiden RI Prabowo Subianto saat peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025 lalu.

“Kita hari ini mengawali tahap penting dalam penyusunan RUU PPRT melalui FGD di Universitas Udayana. Ini adalah bagian dari pelaksanaan meaningful participation public agar kita bisa menyerap konten akademik dan masukan dari para ahli dan praktisi,” tegas Bob Hasan saat kegiatan FGD Penyusunan RUU PPRT di Universitas Udayana, Denpasar, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga  Ketua Komisi X DPR Apresiasi Timnas U-17 Lolos ke Piala Dunia: Bukti Nyata dari Pembinaan yang Konsisten

Menurutnya, masukan publik dari kalangan kampus akan menjadi data penting dalam proses abstraksi penyusunan norma dan materi muatan RUU PPRT. “Ini menjadi pengayaan dan hasanah dalam pembentukan undang-undang. Kita telah memiliki metodologi penyusunan UU yang mengutamakan partisipasi publik yang bermakna,” tambahnya.

Menanggapi target waktu penyelesaian RUU yang ditetapkan Presiden Prabowo, Bob menjelaskan bahwa proses dihitung berdasarkan masa sidang DPR. Ia optimistis target tiga bulan bisa dicapai, namun tetap mengedepankan kualitas naskah dengan memperhatikan berbagai masukan publik.

Baca Juga  Pastikan Peserta Kartu Prakerja Terserap Industri

“Kita tetap mengupayakan target tiga bulan sebagaimana disampaikan Presiden, tapi tanpa menanggalkan pentingnya meaningful participation. Ini juga penting untuk penguatan naskah akademik,” ujarnya.

Terkait dengan posisi RUU PPRT, Bob menekankan bahwa regulasi ini berdiri di luar rezim ketenagakerjaan yang bersifat industrial. RUU ini justru mengatur hubungan kerja berbasis kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga, tanpa bersinggungan langsung dengan regulasi seperti upah minimum regional (UMR) atau cuti kerja.

“UU ini tidak bisa disamakan dengan UU Ketenagakerjaan. Tidak ada standar UMR. Nilai upah ditentukan berdasarkan kesepakatan. Tapi kita akan tetapkan target standar sebagai acuan dalam UU,” jelasnya.

Baca Juga  Pelantikan Presiden dan Wapres di MPR RI, Ketua Umum PBNU Ucapkan Selamat untuk Prabowo - Gibran

Ia juga menanggapi wacana pemberian bantuan sosial bagi anak-anak PRT sebagai sesuatu yang bisa dilakukan melalui kesepakatan, meski fokus utama RUU tetap pada kepastian hukum hubungan kerja. “Itu bisa saja dilaksanakan sebagai fatsun, tapi target utama kita adalah kepastian hukum bagi para pekerja rumah tangga,” tegas legislator Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Baleg DPR RI dijadwalkan melanjutkan rangkaian FGD dan pengumpulan masukan publik di berbagai daerah dalam beberapa bulan ke depan guna mempercepat penyusunan RUU yang telah lama dinantikan itu. (MM)

 

Komentar