JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti pentingnya dunia digital yang sehat bagi anak-anak di Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2024 yang diperingati setiap tanggal 23 Juli. Dengan tema ‘Anak Terlindungi Indonesia Maju’, peringatan HAN 2024 diharapkan menjadi momentum untuk keamanan bagi anak-anak di seluruh Indonesia tanpa tekecuali.
“Selamat Hari Anak Nasional tahun 2024. Peringatan HAN kali ini dapat menjadi momen pengingat untuk pentingnya jaminan hak-hak bagi anak, termasuk hak anak untuk mendapat akses dunia digital yang sehat,” kata Puan, Selasa (23/7/2024).
Puan menekankan perlunya memahami dampak positif dan negatif dari kemajuan teknologi bagi anak-anak. Jika melihat era digitalisasi saat ini, kata Puan, tentu anak zaman sekarang memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. “Anak-anak zaman sekarang memang perlu melek teknologi, namun tetap perlu pendampingan orang tua agar terhindar dari dampak negatif teknologi itu sendiri,” tutur mantan Menko PMK itu.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 88,9% anak usia 5 tahun ke atas di Indonesia sudah mengakses internet untuk media sosial. Kemudian sebanyak 66,13% anak mengakses internet untuk mendapat informasi atau berita dan 63,08% lainnya untuk hiburan.
Puan menilai, dampak baik dari kemajuan teknologi untuk karakter anak-anak yang masuk dalam generasi digital saat ini antaralain adalah aktif dalam mengekspresikan diri, memiliki wawasan yang luas, menyukai kebebasan, ingin memiliki kontrol hingga memiliki kemampuan adaptasi teknokogi yang baru. “Itu adalah hal positif yang dapat dikembangkan untuk menjadikan anak Indonesia semakin kreatif dan unggul,” kata Puan.
Meski begitu, Puan mengingatkan teknologi tanpa pengawasan dapat berdampak buruk terhadap perkembangan anak. “Karakteristik generasi anak digital itu sangat berbeda. Mereka lebih adaptif dan suka kebebasan, sehingga perlu adanya pengawasan dari orang tua namun tetap memberikan ruang mereka untuk mengeksplorasi diri, memanfaatkan teknologi tapi tetap dengan batasan-batasan wajar,” ungkapnya.
Di era pandemi tahun 2020 lalu, semua anak ‘dipaksa’ untuk melek teknologi karena sekolah dilakukan secara daring. Masih menurut data BPS, sebanyak 33,04% anak usia 5 tahun ke atas mengakses internet untuk mengerjakan tugas sekolah. Lalu 16,25% untuk keperluan pembelian barang/jasa dan 13,13% untuk mendapat informasi barang/jasa. “Sekarang sekolah saja sudah banyak yang menggunakan daring. Sehingga mereka dapat mengakses informasi secara mudah,” jelas Puan.
Terlepas dari itu, Puan tetap meminta orangtua dan pihak sekolah memberikan batasan akses penggunaan internet kepada anak. Puan mengingatkan, penggunaan teknologi secara berlebihan cenderung memiliki berbagai masalah untuk anak seperti kesehatan mental, kekurangan fokus, kurangnya kreativitas alami, keterlambatan dalam belajar bahasa, dan beberapa masalah sosial lainnya.
“Hal-hal negatif seperti itu yang perlu diantisipasi. Jangan sampai anak-anak terpapar teknologi yang negatif. Maka agar anak cerdas dan berprestasi, pastikan mereka berinternet secara sehat. Dan itu menjadi tugas kita bersama,” ujarnya.
Puan menyebut, perlindungan terhadap anak di ranah daring dan digital perlu menjadi atensi bersama. Hal ini karena kemudahan akses yang didapatkan tanpa pengawasan dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan anak rentan menjadi korban kejahatan online.
Adapun beberapa hal yang menjadi perhatian global terkait kerentanan untuk ranah digital bagi anak seperti cyberbullying, sextortion, scam, hoax, child grooming, pornografi, hingga eksplotasi dan pelecehan seksual anak daring.
“Maka dibutuhkan kolaborasi multipihak baik dari Pemerintah, DPR, lembaga penegak hukum, pelaku dunia pendidikan, dan masyarakat itu sendiri untuk berkomitmen menciptakan dunia digital yang sehat dan ramah untuk anak,” kata Puan.
Puan juga meminta Pemerintah memastikan pemerataan infrastruktur teknologi yang akan mendukung peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, khususnya bagi anak-anak yang berada di wilayah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan). “PR yang masih harus dilakukan Pemerintah ialah memastikan jaringan internet dan infrastruktur teknologi lainnya sudah tersebar ke seluruh daerah di Tanah Air, bukan hanya di kota-kota besar saja,” tambahnya.
Dalam peringatan HAN 2024, Puan pun turut menggarisbawahi soal pentingnya lingkungan bagi anak yang bebas dari kekerasan. Mulai dari kekerasan fisik dan mental,kekerasan seksual, hingga kekerasan digital.
“Kita tahu belakangan banyak sekali terjadi kekerasan pada anak dalam berbagai bentuk. Lalu perlindungan untuk anak dari sisi pendidikan dan kesehatan juga masih harus terus ditingkatkan,” tegas Puan.
Puan mengajak Pemerintah dan semua elemen masyarakat membangun komitmen bersama untuk memastikan hak anak terpenuhi. “Agar anak tumbuh dengan sehat dan mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi. Agar tidak lagi terjadi perkawinan anak yang berujung pada kekerasan, eksploitasi dengan mempekerjakan anak, kekerasan di sekolah dan lingkungan keluarga, hingga masalah stunting di Indonesia dapat berkurang,” tuturnya.
Menurut Puan, membangun dunia yang ramah anak harus berawal dari pertumbuhan anak sejak masih di dalam kandungan sang ibu. Oleh karena itulah, DPR menginisiasi Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
“Lewat UU KIA, tanggung jawab dalam hal pertumbuhan anak pada fase seribu hari pertamanya menjadi tanggung jawab kolektif, termasuk Pemerintah. Dan fase seribu pertama hari anak ini menjadi modal untuk mencetak generasi-generasi unggul calon pemimpin Indonesia ke depan,” pungkas Puan.(MM)
Komentar