YOGYAKARTA,SumselPost.co.id – Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan Anggota DPD RI Dapil DIY, R.A. Yashinta Sekarwangi Mega sepakat mendorong Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi pelopor untuk ruang aman bagi perempuan melalui implementasi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Hal itu disampaikan pada diskusi rutin bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY dan 5 organisasi perempuan lainnya, yaitu Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) DIY, Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Aisyiyah Muhammadiyah DIY, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) DIY, dan Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) DIY, pada Rabu (18/12/2025).
GKR Hemas mengatakan bahwa perjuangan menghadirkan ruang aman bagi perempuan tidak pernah berjalan sendiri, melainkan selalu lahir dari kerja kolektif dan solidaritas lintas generasi. Karena itu ia mendorong sinergi antara DPD RI, pemerintah daerah, dan organisasi perempuan.
“Sebagai Anggota DPD RI, kami memandang aspirasi dan rekomendasi dari forum ini sebagai bahan strategis untuk diperjuangkan di tingkat nasional, baik dalam pengawasan kebijakan, harmonisasi regulasi, maupun penguatan peran daerah dalam perlindungan perempuan dan anak,” ujarnya.
Dalam konteks penguatan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022, GKR Hemas menekankan strategi baru yang bersifat inklusif dengan melibatkan laki-laki dan perempuan secara setara.
“Tidak hanya sebagai objek perlindungan, tetapi juga sebagai subjek aktif pencegahan. Pendekatan ini mendorong peran laki-laki sebagai agen perubahan dalam membangun budaya saling menghormati, menghapus normalisasi kekerasan, serta memperkuat edukasi publik. Perlu diperkuat sistem perlindungan korban berbasis komunitas akar rumput. Kita bisa mulai dari Jogja,” ujarnya.
Senada dengan GKR Hemas mengenai implementasi UU TPKS, Yashinta menyoroti dua permasalahan yaitu pertama, tentang perlunya peningkatan pengetahuan para penegak hukum dan masyarakat terkait tindak pidana kekerasan seksual. Selama ini, untuk membawa kasus kekerasan seksual hingga ke proses hukum masih menjadi tantangan besar, karena masih kuatnya budaya patriarki dan minimnya kesadaran masyarakat.
Hal itu juga karena rendahnya pemahaman aparat penegak hukum tentang UU TPKS. Kedua, terkait pembentukan Satgas Anti Kekerasan Berbasis Gender seperti yang menjadi amanah dalam UU TPKS.
“Saya ingin mengajak ibu-ibu para senior untuk bersama menciptakan ruang aman bagi perempuan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mari kita berkolaborasi meningkatkan edukasi terhadap penegak hukum maupun masyarakat terkait UU TPKS dan penguatan satgas anti TPKS di DIY,” kata Yashinta.
Usulan itu direspon positif oleh Kepala Dinas DP3AP2, Erlina Hidayati bahwa memang implementasi UU TPKS perlu dilakukan secara total karena regulasi tanpa implementasi juga tidak akan menghasilkan ruang aman bagi perempuan.
“Saya sepakat dengan pernyataan Ibu Ratu dan Mbak Yashinta bahwa implementasi UU TPKS perlu dilakukan secara total agar tercipta ruang aman bagi perempuan khususnya di DIY. Regulasi tanpa implementasi akan percuma sehingga saya juga berharap sinergi semua pihak dalam implementasi UU TPKS di lapangan,” pungkas Erlina.
Sebagai penutup forum, seluruh peserta sepakat bahwa upaya mewujudkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai provinsi yang aman dan ramah bagi perempuan dapat dicapai melalui sinergi berkelanjutan. Kedepan, sinergi akan terus dilakukan antara pemerintah daerah, lembaga negara, aparat penegak hukum, serta organisasi perempuan dan masyarakat sipil. Forum ini diharapkan menjadi ruang konsolidasi untuk memperkuat komitmen bersama, mendorong implementasi UU TPKS yang berpihak pada korban, serta meneguhkan semangat gotong royong dalam menghadirkan ruang aman bagi perempuan di DIY. (MM)




















Komentar