Fraksi Gerindra Pastikan Revisi UU TNI Sejalan Dengan Supremasi Sipil

Nasional195 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menegaskan bahwa revisiUndang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tetapberlandaskan pada prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi. Fraksi Gerindramemastikan bahwa revisi ini tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan untukmenyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional.

“Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasiterhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga,dan tidak ada upaya untuk mendominasi ranah sipil dan politik dengan militer. Selain itu, fungsipengawasan tetap dilakukan oleh DPR RI, sesuai dengan kewenangannya,” ujar Budisatrioyang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, di Jakarta (20/3/2025).

“Untuk itu, kami berharap masyarakat juga dapat memahami substansi utama dari revisi UU ini,”lanjutnya. Menurut Budi, substansi revisi UU ini jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat.Ia menyayangkan disinformasi yang beredar, contohnya isu mengenai dwifungsi TNI. Dengantegas, Budisatrio membantah isu tersebut.

“Tidak ada upaya mengembalikan dwifungsi TNIdalam revisi UU TNI. Fraksi Gerindra menjamin revisi UU ini sejalan dengan semangatreformasi,” katanya.

Dalam keterangannya, Budisatrio juga membeberkan penjelasan lengkap mengenai pasal demipasal yang diubah dalam Revisi UU TNI. Begini penjelasan Wakil Ketua Komisi I DPR RItersebut.Pasal 3: Kedudukan TNI dalam Sistem Pertahanan NegaraRevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa TNI berada didalam Kementerian Pertahanan (Kemhan), bukan di bawahnya, untuk memastikan bahwa TNItetap memiliki otoritas dalam aspek pertahanan tanpa mengubah mekanisme komando yang ada.

Budisatrio menegaskan bahwa koordinasi antara TNI dan Kemhan hanya mencakupkebijakan, strategi pertahanan, serta dukungan administrasi dalam perencanaan strategis,sementara operasional tetap menjadi ranah TNI. “Koordinasi ini bertujuan agar kebijakan pertahanan selaras dengan kebutuhan strategis dilapangan. Poin ini hanya mempertegas amanat Pasal 10 UUD 1945 bahwa Presidenmerupakan panglima tertinggi yang memegang komando atas TNI,” ujarnya.

Baca Juga  Buka Masa Sidang Terakhir DPR Periode Ini, Puan Apresiasi Kerja DPR, TNI/Polri hingga Media

Pasal 7: Penambahan Tugas Pokok TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Revisi UU TNI memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), khususnya dalammenghadapi ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri. TNI kini memiliki peran dalammembantu pemerintah menanggulangi serangan siber, yang akan berfokus pada pertahananterhadap ancaman digital yang semakin kompleks.

Selain itu, TNI juga diberi mandat untukmelindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, terutama dalamsituasi darurat atau konflik bersenjata. “Ancaman pertahanan kini bukan hanya fisik, tetapi juga digital dan transnasional. Revisi inimemastikan TNI siap menghadapi tantangan zaman,” ujar Budisatrio Djiwandono,

Wakil KetuaKomisi I DPR RI.Dalam revisi ini, operasi OMSP yang melibatkan pertempuran, seperti penangananseparatisme, harus diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan wajib dilaporkan ke DPRsebelum dilaksanakan. Jika DPR tidak menyetujui, maka operasi tersebut harus dihentikan.Budisatrio menegaskan bahwa revisi ini bukan untuk mengambil alih tugas Polri maupuninstitusi penegak hukum lainnya, melainkan untuk memperkuat pertahanan negara terhadapancaman baru yang dapat mengganggu kedaulatan NKRI.

“TNI tidak akan masuk ke ranahyang tidak berkaitan dengan pertahanan negara. Ini murni untuk memastikan negara memilikikesiapan menghadapi ancaman pertahanan modern,” tegasnya.

Pasal 47: Perluasan Penempatan Prajurit Aktif di K/LSebagaimana diatur dalam UU sebelumnya, saat ini prajurit aktif hanya dapat tergabung dalam10 kementerian/lembaga (K/L), di antaranya: Kemenko Polkam, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Badan SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional, danMahkamah Agung.Revisi UU TNI menambah jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang dapat ditempati prajurit aktif,dari 10 menjadi 15. Adapun K/L yang ditambahkan yaitu; Badan Nasional PenanggulanganBencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut(Bakamla), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kejaksaan Agung, dan Sekretariat Presiden.

Baca Juga  PBNU Soal 5 Nahdliyin Bertemu Presiden Israel: Inisiatif Gagal, Tak Hasilkan Apa-Apa

Untuk Sekretariat Presiden tidak dihitung sebagai penambahan K/L baru, karenaberada di bawah Kementerian Sekretariat Negara yang sebelumnya memang sudah diakomodirdi dalam UU TNI melalui Setmilpres. “Selain 15 K/L yang diatur dalam revisi UU, tidak ada penempatan prajurit aktif dimanapuntermasuk di BUMN. Adapun aturan mengenai prajurit aktif TNI tidak boleh berbisnis, itu masihsama dengan aturan sebelumnya, tidak ada yang berubah,” tegas Budisatrio.

“Jika ada prajuritaktif yang bergabung di luar dari 15 K/L yang telah ditentukan, mereka wajib pensiun,” katanya menambahkan.

Budisatrio Djiwandono menegaskan bahwa penempatan ini memiliki keterkaitan langsungdengan sektor pertahanan dan keamanan nasional serta bertujuan memberikan payung hukumyang jelas. “Selama ini prajurit aktif sudah ada di K/L tersebut, namun tanpa regulasi yangmengaturnya di tingkat UU. Revisi ini memastikan tugas-tugas kritis pertahanan berjalan lebihefektif dan profesional,” ujarnya.

Bakamla, misalnya, berperan dalam pengamanan maritim, termasuk pemberantasan penyelundupan, illegal fishing, maupun kejahatan transnasional, sehingga wajar jika prajurit TNI turut berperan. Begitu pula BNPB dan BNPP yang memerlukan kesiapsiagaan militer dalammenangani bencana dan menjaga stabilitas perbatasan.

Sementara itu, BNPT membutuhkanpersonel dengan pengalaman militer untuk menangani ancaman terorisme yang semakinkompleks, dan Kejaksaan Agung memerlukan unsur militer untuk menangani perkara pidanamiliter melalui posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil).

“Dalam situasi darurat, kehadiran prajurit TNI sangat penting untuk respons cepat dan efektif,” tambah Budisatrio.

Baca Juga  Pimpinan DPR Apresiasi KWP Perduli UMKM

“Ini bukan militerisasi, tetapi penguatan sinergi dalam menghadapi ancaman pertahanan nasional,” tegasnya. Pasal 53: Perpanjangan Usia PrajuritSalah satu poin utama revisi adalah peningkatan batas usia pensiun prajurit. Budisatriomencontohkan bahwa di banyak negara, usia pensiun militer rata-rata mencapai 58 hingga 65tahun. Menurutnya, saat ini tamtama dan bintara harus pensiun pada usia 53 tahun, padahalkondisi fisik dan mental mereka masih prima. Begitu pula dengan tingkatan perwira, dimanamereka saat ini harus pensiun di usia 58 tahun.

Padahal, keahlian dan pengalaman paraperwira masih sangat dibutuhkan untuk kepentingan pertahanan negara. “Kami menemukan realita banyak dari prajurit kita yang sudah harus pensiun di tengah kondisimereka yang masih prima, dan bahkan tidak sedikit yang masih harus menyekolahkananak-anaknya. Jika mereka harus pensiun dalam kondisi tersebut, tentu hal ini akanmemberatkan para prajurit ketika purna tugas,” paparnya.

“Perpanjangan usia pensiun inimerupakan wujud kehadiran negara yang sudah sepantasnya diberikan kepada prajurit-prajuritkita yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka demi bangsa dan negara,” ujar Budisatrio.

“Maka atas dasar sejumlah pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak, sertaperbandingan dengan praktik di negara lain, revisi UU TNI memutuskan untuk menaikkan usiamasa bakti prajurit setingkat tamtama dan bintara hingga 55 tahun. Perwira sampai denganpangkat Kolonel 58 tahun.

Sementara untuk perwira tinggi, usia pensiunnya berjenjang dari 60hingga 62 tahun. Kecuali untuk perwira tinggi bintang 4, dengan usia pensiun 63 tahun dandapat diperpanjang maksimal dua kali hingga 65 tahun. Tentunya hal ini dilakukan tanpamengorbankan proses regenerasi di tubuh TNI,” kata Budisatrio menjelaskan. (MM)

 

Komentar