JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Sitorus merasa miris dengan banyaknya video yang beredar di media massa terkait adanya masyarakat Papua yang datang ke rumah tokoh masyarakat setempat, untuk menukar Ikan atau buah-buahan dengan beras atau mie instans.
“Saya melihatnya miris, marah. Bagaimana tidak, orang untuk makan saja susah, bagaimana kita akan bicara pendidikan dan kesehatan. Pertama, saya menganggap hal itu sebagai sebuah kegagalan pemerintah mengurus rakyatnya. Karena itu membuktikan bahwa hanya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja, masyarakat kesulitan. Itu sangat vital, beras untuk makan mereka. Apalagi dalam video itu juga dikatakan tidak ada beras, seharian belum makan. Untuk Papua yang begitu kaya alam dan tambangnya. Menurut saya, itu sebagai sebuah kejahatan negara,” ungkap Deddy dalam Rapat kerja (Raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan Mendagri, dan Gubernur Papua Selatan, Gubernur Papua Tengah, Gubernur Papua Pengunungan, Papua Barat, Papua Barat Daya di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025)
Namun, Deddy tidak menyalahkan mereka yang ada di Medsos yang membantu masyarakat Papua. Pasalnya, kalau tidak ada mereka, rakyat mau ke mana lagi untuk bisa dapatkan makanan. Lebih dari itu pihaknya mempertanyakan kebijakan bahan pangan pokok masyarakat Papua, di mana sejatinya nasi bukanlah makanan asli masyarakat Papua. Beras didapatkan dari luar Papua, karena Papua tidak ditanam beras. Sementara makanan khas masyarakat Papua sebelumnya seperti sagu malah hilang.
Di sisi lain, Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini melihat bahwa otonomi khusus itu tidak seperti yang diharapkan, tidak mampu berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Hanya berdampak pada birokrasi pemerintahan, namun tidak untuk rakyat Papua secara langsung.
Selain itu, Deddy juga melihat pembukaan infrastruktur di Papua yang jor-joran yang dilakukan pemerintahan sebelumnya juga tidak memberi manfaat yang baik bagi masyarakat Papua. Malah menjadi ancaman baru bagi masyarakat Papua. Sebut saja, eksploitasi sumber daya alam hutan, Kebun Sawit, tambang oleh para investor. Deddy melihat hal itu sebagai sesuatu yang membahayakan.
Begitupun dengan pembangunan infrastruktur, ia mempertanyakan untuk siapa dibangun. Pasalnya, menurutnya, rakyat Papua tidak memiliki kendaraan. Jika infrastruktur yang dibangun jor-joran itu untuk kebutuhan logistik, maka menjadi pertanyaan kemampuan rakyat Papua untuk membeli semua produk yang datang itu.
“Begitu juga dengan alasan investasi, apakah masyarakat akan mendapat manfaat secara langsung dari investor yang datang, seperti kepemilikan saham atau lapangan kerja, jangan hanya menjadi buruh kasar?!” tegasnya.
“Kalau ada rencana mau ada investasi misalnya pertambangan perkebunan ada dong skenario bagaimana melibatkan masyarakat lokal, bagaimana masyarakat Papua juga bisa ambil bagian dari proses tersebut. Tidak hanya menonton, dan jadi buruh kasar saja. Supaya, ada dampaknya bagi masyarakat Papua. Karena kalau mereka hanya jadi buruh kasar, juga tidak ada pengaruhnya,” pungkasnya. (MM)
Komentar