DPR : UU BUMN yang Baru Lebih Strategis dalam Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat

Nasional83 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka menegaskan optimismenya kalau UU BUMN yang baru disahkan DPR RI ini akan lebih strategis untuk membangun dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Selain tidak ada tumpang-timdih dalam hal tanggungjawab terhadap keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga direksi, komisaris, dan semua pejabat BUMN harus ikut bertanggung jawab jika terjadi kerugian negara.

“Selama ini seperti Bulog untuk operasional diberi penugasan untuk pinjam uang ke bank negara Rp200 miliar, atau Kereta Cepat Indonesia (KCI) yang terus merugi. Padahal harga tiketnya terus naik, sehingga KCI harus membayar Rp2 triliun per tahun. Harusnya dianalisis dulu keuangannya apakah sanggup atau tidak membayar? Juga harus dibeberkan, dibreackdown, itu termasuk utamg adminsitratif atau pidana?” tegas Rieke.

Hal itu disampaikan Rieke Diah Pitaloka dalam forum legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, “Pengesahan RUU BUMN Harapkan Percepat Kemajuan Ekonomi Nasional” bersama bersama anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Labib, dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Selanjutnya kata politisi PDI-Perjuangan itu, harus diaudit seluruh kesiapan KCI- nya. “Jangan sampai misalnya soal kelistrikan KCI dibebankan pada KCI, sementara operatornya saja tidak punya ekses terhadap keuangan KCI. Sedangkan manajemennya diatur oleh Kemenhub. Seharusnya pemeliharaan operasional KCI oleh Kemenhub. “Akhirnya yang terjadi keuangannya macet di Kemenhub, lalu dibebankan ke Pelindo. Lalu, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab? Semoga UU BUMN yang baru ini bisa mengatasi tumpang-tindih tanggung jawab tersebut,” ujar Rieke.

Meski sebaik apa pun sebuah UU mrenurut Rieke, puncakamya tergantung kepada kepemimpinan nasional. Karena itu, semua pejabat termasuk BUMN sama-sama harus menjalankan amanah konstitusi. Khususnya pasal 34 UUD.NRI 1945 tentang tanggung jawab negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak bagi warga negara. “Kalau pemimpin nasional tidak menjalankan konstitusi dengan tegas, apalagi menghadapi ‘pemain’ lama memamg tidak mudah. Makanya, UU BUMN baru ini kita paksa menjadikan BUMN sebagai pilar ekonomi nasional. Sebab, BUMN yang untung tidak akan bebani rakyat dengan terus menaikkan pajak,” jelasnya.

Sebab, soal data saja pemerintah belum satu pedoman. Seperti data subsidi gas Elpiji 3 Kg, ternyata yang dipakai Menteri ESDM Bahlil data BPS lama. Padahal, sudah puluhan tahun data itu tidak direvisi pasti sudah tidak akurat lagi. “Selama puluhan tahun ini BPS tidak mampu memproduksi data yang akurat, kok malah masih dipakai, ada apa?” tanya Rieke.

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menyebut dirinya salah membaca data terkait harga asli LPG 3 kilogram (kg).

Purbaya menjelaskan bahwa ia masih mempelajari kembali data tersebut. Menurutnya, angka yang ia sampaikan sebelumnya berasal dari perhitungan tim stafnya. “Saya sedang pelajari, kita pelajari lagi. Mungkin Pak Bahlil betul, tapi nanti kita lihat lagi seperti apa. Yang jelas saya dapat angkanya dari hitungan staf saya, nanti kita lihat dimana salah pengertiannya,” kata Purbaya, Sabtu (4/10/2025) lalu.

Terkait data penerima LPG 3 Kg yang akan dimasukkan dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang sedang disiapkan Badan Pusat Statistik (BPS), Bahlil menjelaskan bahwa hal itu masih dalam tahap pembahasan. “Jadi menyangkut juga subsidi tentang satu data itu juga. Itu juga masih dalam proses pematangan ya. BPS itu kan kerja sama dengan tim di ESDM. Jadi mungkin pak Menteri Keuangan ya, mungkin belum baca data kali itu ya,” katanya.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Labib, menegaskan bahwa Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) harus menjadi landasan untuk memperkuat profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN. Ia menekankan pentingnya menempatkan kompetensi dan integritas sebagai dasar utama dalam penunjukan direksi dan komisaris, bukan karena kedekatan pribadi atau kepentingan politik.

“Semangat utama dalam UU BUMN ini adalah peningkatan kinerja dan profesionalisme. Kita ingin direksi dan direktur BUMN dipilih berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan karena kedekatan politik atau personal,” kata Labib.

Labib menjelaskan, UU BUMN juga mengatur prinsip smart governance yang menekankan transparansi, akuntabilitas, serta tanggung jawab manajerial. Negara, kata dia, harus berperan sebagai pemilik (owner), bukan pengelola langsung dalam operasional BUMN.

“Pengelolaan harus dilakukan oleh manajemen yang profesional agar perusahaan bergerak efisien dan responsif terhadap kebutuhan pasar. Keterbukaan informasi publik menjadi aspek penting dalam pengelolaan BUMN. Laporan keuangan dan kinerja, menurutnya, harus dapat diakses masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

Selain soal tata kelola, Labib juga menyoroti peran strategis BUMN dalam menopang ekonomi nasional. Ia menyebut sedikitnya lima peran penting yang harus dijalankan BUMN ke depan:

1. Menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi nasional, terutama di sektor energi, komunikasi, dan keuangan.
2. Menjadi sumber penerimaan negara yang dapat digunakan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program sosial.
3. Mendorong pemerataan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan pembangunan di daerah terpencil.
4. Menjadi motor inovasi nasional, dengan menjadi teladan dalam efisiensi kerja dan pelayanan publik.
5. Menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama saat krisis dengan memastikan ketersediaan bahan pokok dan mendukung ketahanan ekonomi.

“BUMN harus tetap menjalankan tanggung jawab sosialnya, termasuk di bidang pendidikan dan kesehatan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuannya jelas, BUMN harus menjadi pilar utama pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Labib.

Sementara itu, Pangi Syarwi Chaniago menilain langkah Presiden Prabowo Subianto menghentikan pemberian bonus bagi komisaris dan direksi perusahaan BUMN yang merugi, sebagai keputusan berani dan tepat. Kebijakan itu, menjadi sinyal kuat bahwa era “zona nyaman” pejabat BUMN sudah berakhir.

“Pernyataan Presiden Prabowo kemarin sangat menarik. Beliau bilang, perusahaan rugi kok komisaris dan direksinya masih dapat bonus, bahkan bonus untuk dirinya sendiri. Ini kan brengsek banget, dan itu memang tidak fair,” ujarnya.

Menurut Pangi, keputusan Prabowo untuk menghentikan sistem bonus di BUMN yang merugi adalah langkah efisiensi yang layak diapresiasi. Ia menyebut, selama ini kinerja BUMN sering dinilai lamban, birokratis, dan tidak memiliki daya saing setara dengan sektor swasta.

“Bekerja di BUMN seringkali penuh formalitas. Rapat bisa berjam-jam, tanpa keputusan. Kalau di swasta, rapat 30 menit langsung eksekusi. Tradisi kerja seperti ini harus dievaluasi,” ungkapnya. (MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar