DPR RI Dorong Revisi UU Transportasi, Atur Status Hukum Ojol dan Tarif yang Adil

Nasional93 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Komisi V DPR RI tengah menggodok revisi Undang-Undang (UU) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), untuk memberikan kepastian hukum bagi pengemudi transportasi online, baik roda dua maupun roda empat. Anggota Komisi V DPR RI Yanuar Arif Wibowo menyoroti ketimpangan regulasi yang membuat pengemudi ojol rentan terhadap eksploitasi, termasuk dalam sistem kemitraan dan potongan tarif.

Demikian disampaikan Yanuar Arif Wibowo bersama pengamat transportasi Darmaningtyas dalam Forum Legislasi “Revisi RUU LLAJ Diharapkan mengatur status hukum pengemudi transportasi online hingga tarif layanan” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025),

Memang lanjut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, bahwa transportasi online sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, namun hingga kini belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Menurutnya, UU Nomor 22 Tahun 2009 tidak mengakomodasi keberadaan transportasi berbasis aplikasi yang berkembang pesat dalam satu dekade terakhir.

Baca Juga  Nurul Arifin Dukung UN Women Dorong Perdamaian di Gaza

“Sejak ojek online (ojol) hadir, terjadi dinamika yang panjang, bahkan sampai konflik fisik di lapangan. Kini, banyak yang menjadikannya sebagai mata pencaharian utama, bukan sekadar pekerjaan sampingan. Pemerintah harus cepat merespons perkembangan ini dengan regulasi yang adil,” ujarnya.

Kesempatan tersebut, Yanuar juga menyoroti ketimpangan hubungan antara aplikator dan driver yang disebut sebagai ‘kemitraan’, tetapi dalam praktiknya lebih menyerupai hubungan kerja tanpa perlindungan. Salah satu isu utama adalah potongan tarif yang melebihi aturan, di mana seharusnya hanya 20% (15% untuk aplikator dan 5% untuk kesejahteraan driver), tetapi kenyataannya mencapai 25%.

“Tingginya potongan membuat driver sulit mendapatkan penghasilan yang layak. Padahal, sebagai mitra seharusnya mereka memiliki hak untuk berunding dan menentukan kebijakan bersama,” tambah Yanuar.

Diakui Yanuar, kalau masuk UU dampakmya juga besar, misalnya terkait SIM pengemudi Ojol, penindakan oleh polisi atau Kemenhub, serie motor, status pemgemudi dan lain-lan semuanya butuh kajian yang mendalam secara sosilogis dan sebagainya.

Baca Juga  Ali Pudi ; Saya Datang,Rakyat Menang untuk Empat Lawang yang Eluk Nian

Dengan revisi UU LLAJ ini, Yanuar berarap status hukum pengemudi transportasi online menjadi lebih jelas dan kesejahteraan mereka lebih terlindungi.

Selain membahas revisi UU LLAJ, Yanuar juga menyinggung kesiapan pemerintah dalam menghadapi arus mudik Lebaran 1446 H. Menurutnya, upaya pemerintah dalam menurunkan harga tiket pesawat hingga 13-14% dengan mengurangi PPN dan biaya Passenger Service Charge (PSC).

Namun, ia berharap kebijakan ini tidak hanya berlaku saat musim mudik, tetapi juga diterapkan secara berkelanjutan untuk menekan harga tiket pesawat. Seraya juga menegaskan pentingnya koordinasi antarinstansi seperti Kementerian Perhubungan, PUPR, Kakorlantas, BMKG, dan Basarnas dalam memitigasi risiko bencana selama arus mudik.

“Kita harus pastikan mudik tahun ini aman dan lancar, terutama dengan cuaca yang tidak menentu seperti potensi longsor dan banjir,” pungkasnya.

Sementara itu Darmanningtyas juga mengakui sebenarnya aplikator tidak mau diatur oleh pemerintah, karena pasti akan mengurangi keuntungannya selama ini. Selain itu, masalahnya juga akan melebar urusannya dengan kepolisian dan Kemenhub RI. “Apalagi selama ini Ojol itu tidak termasuk angkutan transportasi. Juga tidak urgen karena tidak ada larangan beroperasi,” katanya.

Baca Juga  Soal Usulan KPU-Bawaslu Jadi Ad Hoc, DPR RI: Yang Dievaluasi Rekrutmennya, Bukan Statusnya

Tapi, khusus THR meski tidak ada aturan sebagai aplikator Gojek, Grab dan lainnya selama ini pasti diuntungkan oleh Ojol. Sehingga secara etika kemanusiaan, bukan sebagai hubungan industrial, maka THR itu mesti diberikan.

“Katakan ada tiga juta driver ojol di Indonesia, setiap driver minimal mengangkut 5 penumpang atau 5 antaran barang, berarti ada 15 jutaan pergerakan ini sudah dikapitalisasi oleh aplikator. Jadi itu keuntungan yang diberikan oleh driver kepada aplikator. Kalau penumpang membayar dengan Go-pay, Dana, atau dengan finance akan mengendap selama 12 hari saja maka seluruh Indonesia bunganya pasti besar. Bahkan ada yang bilang kumulatifnya bisa mencapai Rp190 triliun. Masak membayar THR saja tidak mau,” ungkapnya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar