DPR: Program 3 Juta Rumah Rakyat Ini Hak Asasi, Harus Bebas dari Motif Proyek

Nasional89 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan penyediaan 3 jita rakyat yang layak bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan amanat konstitusi yang menyentuh hak asasi manusia (HAM) rakyat. Seperti amanah Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas tempat tinggal dan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Jadi, rumah bukan sekadar bangunan, tapi hak asasi, maka pemerintah wajib mewujudkannya. Karena itu, niat baik dalam kebijakan perumahan harus diiringi dengan motif yang lurus dan cara yang benar. Kalau tidak, maka akan terjadi penyimpangan jika penyediaan rumah layak dijadikan proyek semata,” tegas Zulfikar. Arse.

Hal itu disampaikan politisi Golkar itu dalam dialektika demokrasi “Program 3 Juta Rumah wujud nyata pemerintah dalam menjawab kebutuhan dasar rakyat” kerjasama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, bersama
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda (FPKB), dan Subsidized Mortgage Division Head/Divisi KPR Subsidi Dedy Lesmana di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (9/9/2025).

“Pengalaman tepah mengajarkan, tujuan yang baik bisa rusak kalau motifnya proyek dan caranya tidak benar. Untuk itu, kita harus pastikan kebijakan ini dijalankan dengan niat tulus untuk rakyat,” ujarnya.

Misalnya soal lahan sebagai komponen krusial, Zulfikar menyebut bahwa tanah tersedia dari berbagai sumber: ada tanah negara, BUMN, swasta, bahkan masyarakat yang bersedia mewakafkan. Karenanya, dia mengapresiasi langkah kementerian pertanahan yang telah menginventarisasi aset dan menyatakan kesiapan menyediakan lahan untuk program perumahan tersebut.

“Lahan itu ada. Tinggal kita pastikan statusnya clear and clean, dan proses pembebasannya sah. Pengembang harus diberi tahu: bahwa cari untung itu wajar, tapi jangan keterlaluan. Rumah subsidi harus tetap layak dan bermartabat,” ungkapnya.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menegaskan pentingnya percepatan dan konsistensi dalam pelaksanaan program pembangunan 3 juta rumah yang menjadi prioritas nasional. Ia menyebut program ini bukan sekadar solusi atas backlog perumahan, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi rakyat.

“Jika kita konsisten, target 9,6 juta rumah dalam satu periode pemerintahan sangat mungkin tercapai. Bahkan dengan tambahan 2–3 juta unit selama lima tahun, kita bisa menembus angka 12 juta rumah. Bahwa saat ini terdapat lebih dari 26,6 juta warga yang tinggal di hunian tidak layak,” kata Huda.

Artinya, pembangunan 3 juta rumah bukan hanya realistis, tapi juga mendesak. Ini peristiwa luar biasa yang harus kita dorong bersama. Karenamya, ia mengapresiasi penunjukan Presiden sebagai Ketua Satgas Perumahan oleh Presiden Prabowo, bahkan sebelum pembentukan Kementerian PKP. Menurut Huda, hal ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah terhadap sektor perumahan.

“Kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 1,7 hingga 2 persen. Satu rumah melibatkan 14 tenaga kerja, dan jika program berjalan maksimal, bisa menyerap lebih dari 2 juta pekerja,” jelasnya.

Namun, Huda mengkritisi kompleksitas pembiayaan dan akses masyarakat terhadap program ini. Ia meminta pemerintah segera menyusun regulasi yang lebih inklusif dan menyederhanakan proses pengadaan tanah, termasuk pemanfaatan aset milik pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

“Standarisasi dan spesifikasi teknis masih menjadi tantangan. Kita perlu konektor kebijakan yang bisa digunakan lintas sektor agar program ini tidak terhambat,” tambahnya.

Dedy Lesmana menilai program 3 juta rumah dengan peningkatan kuota subsidi rumah menjadi 350.000 unit, BTN telah menyalurkan 140.000 unit dan berkomitmen untuk menyelesaikan target yang ditetapkan. “Ini menunjukkan adanya komitmen untuk memperbesar akses bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan rumah subsidi,” katanya.

Dari total kuota yang ditetapkan, Bank Tabungan Negara (BTN), telah menyalurkan sekitar 140.000 unit, yang berarti telah mencapai 70% dari target. Dedy menyebutkan bahwa bank yang ia wakili merupakan pelaksana terbesar dalam program ini, dengan ambisi untuk memenuhi sisa kuota yang belum disalurkan.

Daerah penyaluran terbesar saat ini berada di Jawa Barat, diikuti oleh Sumatera, Jawa Timur, dan Sulawesi. “Kami berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan program ini berjalan lancar, bekerja sama dengan bank-bank lain, baik nasional maupun daerah. Sedangkan pembatalan UU Tapera oleh MK, program akan fokus dengan anggaran dari APBN Rp57,7 triliun,” pungkasnya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar