JAKARTA,SumselPost.co.id – Hinca Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR mendesak Ketua MPR RI Ahmad Muzani dan Presiden Prabowo Subianto pada 17 Agustus 2025, saat Indonesia memasuki 80 tahun Kemerdekaan RI, harus berani menyatakan bahwa narkoba merupalan bahaya laten, ancaman serius yang dampaknya melebihi kejahatan terorisme. Yaitu ‘membunuh’ generasi muda bangsa, yang bukan saja bonus demografi yang.hancur, tapi negara ini juga akan hancur akibat narkoba.
“Sebagai reward and punishment, saya minta kepada aparat penegak hukum untuk memberantas bandar narkoba itu dari desa. Kalau terbukti tidak mampu, maka aparat kepolisian di tingkat desa (Bhabinkamtibmas) harus dipecat. Begitu seterusnya untuk Polsek (kecamatan), Polres (kabupaten/kota), Polda (provinsi), dan Mabes Polri (pusat), dan Kapolri harus dipecat. Sebaliknya, yang berhasil terima penghargaan pangkatnya dinaikkan,” tegas Hinca.
Hal itu disampaikan Hinca dalam forum legislasi yang digelar koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertajuk “Menuju Regulasi Narkotika yang Berkeadilan: Menimbang Revisi UU 35/2009 tentang Narkotika” bersama Direktur Hukum BNN Toton Rasyid, dan pengamat Narkotika Slamet Pribadi di Gedung DPR RI Senayan.Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Lebih lanjut Hinca Pandjaitan, mengatakan bahwa nasib RUU ini ada di tangan pemerintah. Namun, dia berharap wartawan parlemen ini bisa menjadi efisientrum dan pelopor demokrasi untuk terus menyuarakan bahaya laten narkoba ini. Sebab, sehebat-hebatnya aktor, kalau tidak didukung panggung media, maka tidak ada apa-apanya. Apalagi, narkoba itu beriringan dengan sejarah peradaban.manusia itu sendiri, namun belum satu pun negara di dunia ini yang sukses atasi narkoba.
Padahal tanaman itu menurut politisi Partai Demokrat itu adalah merupakan obat medis, maka yang dilarang adalah penyalahgunaannya yang berlebihan sehingga mengakibatkan bahaya yang besar bagi manusia. Dan, untuk Indonesia adalah akan memgancam generasi muda bangsa ini ke depan.
Lalu, apakah MPR bisa mengeluarkan TAP MPR untuk menetapkan bahwa narkoba ini merupakan bahaya laten.yang lebih bahaya dari terorisme? “Meski pasca reformasi MPR RI tidak memiliki kewenangan lagi untuk TAP MPR, tapi kalau bersifat darurat, itu bisa dilakukan. Apalagi, narkoba ini merupakan teroris terbesar dan terjahat di dunia. Jadi, saya minta Ketua MPR dan Presiden Prabowo pada 18 Agustus 2025 nanti berani menyatakan bahwa narkoba ini merupakan bahaya laten,” ungkap Hinca.
Karena itu, Hinca minta yang harus dibersihkan adalah bandarnya dimiskinkan sampai hukuman seumur hidup atau.hukuman mati. Sedangkan korbanmya diobati. Dia sedih dengan Menteri Kesehatan yang tolak teliti ganja untuk obat-obatan medis.
“Jadi negara ini berdosa besar menghukum dan memenjarakan, juga membiayai korban dengan APBN. Ada kesalahan fatal para penyidik, polisi, jaksa dan hakimnya semua kompak memenjarakan pengguna narkoba. Sebaliknya para bandar justru tidak segera dieksekusi mati,” jelas Hinca.
BNN yang akan menjadikan satu desa dari 78.000 itu bebas bandar.narkoba (Bersinar), sampai sekarang tidak jelas karena baru mencapai 100 ribuan desa. Padahal, program pertama kali kepala desa adalah memastikan desanya tidak ada bandar narkoba. Karena itu, hukum harus ditegakkan. “Kepala desa, aparat kepolisian, Polsek, Polres hingga Kapolri kalau gagal bersihkan markoba, maka harus dicopot sesuai tingkatannya” pungkasnya.
Toton Rasyid minta perubahan undang-undang narkotika ini harus disegerakan, bahasannya harus berkeadilan berbarengan dengan RUU KUHAP yang akan diundangkan. Berdasarkan UU No. 1 tahun 2023 itu ada 5 tindak pidana khusus: yaitu tindak pidana HAM berat, tindak pidana teroris, tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana TPPU (pencucian uang).
“Terkait dengan penegakan hukum, kepala BNN menyampaikan satu-satunya rezim pemerintahan sekarang ini yang menempatkan isu narkoba sebagai salah satu isu di dalam Asta Cita Presiden Prabowo yaitu yang ketujuh memperkuat reformasi politik hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba atas Asta Cita Presiden ini,” ujarnya.
Yang menjadi menarik kata Toton, adalah kepala BNN memiliki sebuah moral standing; yaitu memandang kejahatan narkoba sebagai ancaman kemanusiaan dan ancaman peradaban, kedua bertindak represif terhadap jaringan narkoba, dan ketiga bersikap humanis terhadap penyalahgunaan narkoba dan rehabilitasi menjadi moral standing yang dilakukan.
Slamet Pribadi menilai terlalu banyak celah yang membingungkan dan ini dimanfaatkan untuk kepentingan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. Mereka menerima pecandu untuk sendiri-sendiri dan itu menjadi bahan negosiasi transaksional untuk ditahan atau tidak?
“Sangat rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan. Di daerah banyak penyidik; ada hakim, ada jaksa ketika ditanya kalian pilih direhabilitasi atau masuk penjara? Satupun tidak ada yang menjawab. Padahal, aturannya pasal 54 pecandu dan penyalahgunaan narkoba itu wajib direhabilitasi,” jelas Slamet. (MM)
Komentar