JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggaran Kesehatan sebesar Rp197,8 triliun atau 5,5% dari RAPBN 2025 diharapkan mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Setidakmya sesuai dengan paradigma kesehatan yang bergeser dari kuratif ke program promotif dan preventif kesehatan.
Program transformasi kesehatan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan, yang menekankan pada penguatan pelayanan kesehatan di tingkat paling dasar, seperti posyandu dan puskesmas. Program ini adalah kunci dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia, khususnya di daerah terpencil.
Demikian disampaikan Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Farm (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI/Fraksi Partai Golkar) dalam dialektika Demokrasi dengan tema “Membedah Pidato Presiden di Bidang Kesehatan Yang Kian Membaik” bersama Mayjen (Purn) dr Ponco Agus Prasojo, Sp.B-KBD (Mantan Kapuskes TNI) dan Prof. Dr. Toar Jean Maurice Lalisang, Sp.B-KBD (Guru Besar Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia) di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.Upaya promotif dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang pengenalan terhadap faktor risiko, gejala, dan pencegahan penyakit, penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Konsep promosi kesehatan di antaranya; menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Cuci tangan pakai sabun (CTPS), mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur, Tidak membuang sampah sembarangan, melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat, menggunakan pelayanan kesehatan, dan menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga.
Sedamgkan preventif adalah
pelayanan kesehatan, suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Sederhananya, istilah preventif diartikan sebagai tindakan pencegahan penyakit. Contohnya upaya pelayanan kesehatan preventif yaitu pemeriksaan kesehatan secara berkala atau medical check up sampai deteksi dini penyakit seperti kanker dan stroke.
Lebih lanjut Melki – sapaan akrab Emanuel Melkiades Laka Lena itu, mengatakan bahwa anggaran tersebut akan mencakup promotif dan preventif yang terukur untuk mengetahui penyakit seseorang. Dimana kunci terdepan adalah puskesmas dan posyandu di seluruh Indonesia yang melayani masyarakat bawah. “Langkah ini dikhususkan untuk mengatasi stunting, kurang gizi yang diakui Jokowi belum mencapai target,” ujarnya.
Tidak mencapai target kata Melki, karena Indonesia dan dunia pada periode (2019 – 2022) dihadapkan pada .Covid-19. Untuk itu, ke depan infrastruktur posyandu dan puskesmas dari Aceh sampai Papua harus tersedia dengan baik untuk mengatasi stunting tersrbut. Dan, BPJS Kesehatan yang bisa mengcover semua biaya itu termasuk anggaran yang paling besar dalam UU Kesehatan. Juga untuk pengobatan penyakit Tuberkulosis atau TBC, yang banyak diderita masyarakat.
Menurut Ponco, meski belum mencapai target WHO, yang di bawah 20% angka stuntimgnya, namun sudah bagus karena sudah di amgka 21.5 %. “Itu tinggal edukasi perbaikin gizi untuk ibu hamil, karena akan memengaruhi pertumbuhan janin. Selain itu yang penting adalah perbaikan ketimpangan sosial ekonomi. “Perbaikan itulah yang akan mampu mengoptimalkan program promotif dan preventif kesehatan masyarakat, yang akan melahirkan generasi yang sehat dan memiliki intelektual,” ungkapnya.
Sementara itu, Toar Jean Maurice Lalisang mengatakan sejalan dengan visi Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran, artimya daerah terpencil, mengingat Indonesia berbeda dengan negara lain, yang terdiri dari kepulauan, maka program kesehatan ini sudah mencakup wilayah pinggiran Indonesia. “Artinya negara hadir untuk menangani kesehatan masyarakat dan diharapkan mampu mengidentifikasi masalah stunting, karena dampakmya sangat luas,” ujarnya.
Karena itu, Indonesia harus percaya diri dengan program kesehatannya sendiri, dan tidak harus sesuai standar WHO. “Sebab, standar itu tergantung siapa yang bikin. Bahwa promotif dan preventif ini paling utama dalam menangani kesehatan. Sehingga harus ada prioritas, eksekusi, SDM menjadi strategis, dan kesehatan itu bukan hanya pelayanan, tapi agent of change – agen perubahan untuk terwujudnya generasi yang unggul,” pungkasnya.
Seperti diketahui dalam RAPBN 2025 Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp197,8 triliun. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendapatkan kucuran anggaran sebesar Rp 114 triliun. “Dari anggaran ini, sekitar Rp90 triliun akan dialokasikan untuk Kementerian Kesehatan, sedangkan Rp 23 triliun-Rp 24 triliun akan diberikan langsung kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana alokasi, baik fisik maupun otomatis,” ujar Budi dalam konferensi pers RAPBN 2025 di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).(MM)
Komentar