JAKARTA,SumselPost.co.id — Di tengah perhatian nasional terhadap bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Abdul Kholik mendesak percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan, regulasi yang telah mandek hampir 18 tahun sejak pertama kali diajukan pada 2007, lalu diserahkan ke DPR RI pada 30 September, dan disampaikan ke Presiden Prabowo pada 12 November 2025 lalu.
Pembahasan RUU Daerah Kepulauan tersebut tinggal tunggu surat presiden (Surpres), karena DPR RI sudah menyampaikannnya ke Presiden Prabowo. RUU ini sangat penting disamping untuk menjaga kedaulatan negara agar asing tidak seenaknya keluar.masuk RI, juga kekayaan daerah kepulauan itu kalau dikelola secara benar akan setara dengan APBN 2026 atau sekitar Rp4.000 triliun. Ini bukti komitmen DPD RI terhadap daerah kepulauan.
Demikian Ketua PPUU DPD RI Abdul.Kholik pada wartawan di Gedung DPD RI Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025). Untuk itu DPD RI akan menggelar Rapat Koordinasi DPD RI, pada Selasa (2/12/2025).
Rakornas akan dihadiri oleh pemangku kepentingan seperti pimpinan DPR RI, pimpinan DPD RI, Kementerian terkait seperti Menko Yusril Ihza Mahendra, pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, enam gubernur kepulauan, bupati dan wali kota, hingga perguruan tinggi, NGO, 18 pejabat daerah provinsi yang tergolong daerah kepulauan, yang sebagian di antaranya merupakan pintu masuk ke perairan internasional dan kawasan strategis Indo-Pasifik.
“Jika daerah kepulauan berdaya, mereka bukan hanya menjadi benteng pertahanan NKRI, tetapi juga menjadi kontributor ekonomi besar melalui pemanfaatan sumber daya laut. Jadi RUU ini dirancang untuk memberikan afirmasi dan perlindungan bagi provinsi-provinsi berbasis kepulauan dan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, ” ujanya.
RUU itu kata Abdul.Kholik penting untuk membangun kerangka pemerintahan yang mampu menjawab ketimpangan akses, konektivitas, hingga pengelolaan sumber daya kelautan. Sebab, mahalnya biaya logistik antar-pulau adalah risiko struktural yang dapat memperburuk kerentanan ekonomi nasional, terutama saat krisis. “Tanpa simpul transportasi dan jaringan distribusi yang konsisten, Indonesia akan menghadapi “diskonektivitas yang membahayakan stabilitas ekonomi,” jelasnya.
Kholik menyebut Rakornas ini sebagai upaya “konsolidasi nasional” untuk menyatukan aspirasi dan membangun tekanan kolektif agar pemerintah segera mengeluarkan surat resmi pembahasan. “Dengan kesepahaman yang solid, kita berharap RUU Daerah Kepulauan tidak lagi terjebak dalam penundaan. Undang-undang ini adalah instrumen strategis untuk kesejahteraan masyarakat kepulauan sekaligus kepentingan nasional,” pungkasnya. (MM)






















Komentar