SumselPost.co.id. PALEMBANG – Pengadilan Negeri Kelas I-A Palembang menggelar sidang perdana praperadilan nomor 26/Pid.Pra/2025/PN Plg yang diajukan Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan (YBH-SSB).
Sidang ini terkait sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka terhadap delapan warga yang diduga terlibat kericuhan di Gedung DPRD Provinsi Sumatera Selatan dan sekitarnya beberapa bulan lalu.
Sidang perdana digelar pada Senin (10/11/2025). Namun, pihak termohon, yakni Polda Sumatera Selatan, tidak hadir tanpa memberikan alasan resmi. Absennya pihak kepolisian menuai kritik dari kuasa hukum pemohon.
Dalam permohonan praperadilannya, YBH-SSB menilai ada sejumlah prosedur hukum yang belum dijalankan secara benar, termasuk penangkapan dan penetapan tersangka.
“Kami mengajukan praperadilan untuk memastikan seluruh proses hukum berjalan sesuai aturan. Prinsipnya, semua pihak harus menghormati prosedur dan hak warga negara,” ujar Muhammad Miftahudin, S.H., Ketua DPC YBH-SSB Kota Palembang dalam pernyataan resminya yang diterima, pada Rabu (12/11/2025).
Menurut Miftahudin, kliennya diduga ditangkap tanpa diperlihatkan surat tugas maupun surat perintah penangkapan. Selain itu, keluarga korban juga tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagaimana diatur Pasal 109 ayat (1) KUHAP dan diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.
Meski demikian, kedelapan warga tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Sumatera Selatan. YBH-SSB menegaskan, berdasarkan fakta awal, klien mereka bukan pelaku utama dalam kericuhan.
“Klien kami hanya berada di sekitar lokasi kejadian, sementara pelaku utama yang memicu kericuhan belum diusut secara tuntas,” tegas Miftahudin.
Sri Agria Sekar Retno, S.H., dari YBH-SSB Palembang, menambahkan bahwa ketidakhadiran Polda Sumsel dalam sidang perdana menunjukkan kurangnya itikad baik dan transparansi.
“Kami akan terus mengawal proses praperadilan ini hingga keadilan ditegakkan,” ujarnya.
Langkah praperadilan ini juga menjadi wujud komitmen YBH-SSB untuk memastikan tindakan aparat penegak hukum tetap berada dalam koridor hukum yang sah, menghormati hak asasi manusia, dan mencegah tindakan sewenang-wenang.
“Negara hukum tidak boleh memberi ruang bagi tindakan sewenang-wenang. Praperadilan ini adalah upaya untuk memastikan hukum ditegakkan dengan benar,” tutur Ria, sapaan Sri Agria.
Majelis hakim menjadwalkan ulang sidang berikutnya agar seluruh pihak dapat memberikan keterangan secara lengkap.
Ria berharap proses ini berjalan independen dan objektif. “Kami berharap majelis hakim memeriksa perkara ini secara objektif, demi memastikan setiap warga negara mendapatkan perlindungan yang setara di hadapan hukum,” pungkasnya.( Rilis)






















Komentar