Deddy Yevri F-PDIP: Perbaikan Pemilu Harus Berkelanjutan, Bukan Sekadar Ganti Sistem

Nasional213 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah pakar untuk menghimpun pandangan dan masukan terkait sistem politik dan sistem pemilu. Diskusi ini menjadi bagian dari upaya perbaikan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025), Anggota Komisi II DPR RI FPDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menyoroti banyaknya kekurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Menurutnya, pemilu kali ini menjadi salah satu yang paling bermasalah dalam sejarah demokrasi Indonesia.

“Pelaksanaan pemilu kemarin memang penuh dengan kekurangan, centang perenang, dan dalam bahasa lain, bisa dikatakan sebagai yang paling jelek dalam sejarah kepemiluan kita,” kata Deddy.

Baca Juga  Sambut Pemilu Damai 2024, KWP DPR Gelar Lomba Mancing Riang Gembira

Ia membandingkan kondisi tersebut dengan Pemilu 1999, di mana saat itu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari partai politik, tetapi penyelenggaraannya justru lebih baik. Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan buruknya pemilu kali ini, baik dari sisi internal maupun eksternal.

Faktor Internal dan Eksternal

Deddy menjelaskan bahwa faktor internal mencakup masalah teknis, kelemahan penyelenggara pemilu, serta kurang optimalnya peran pengawas pemilu. Sementara itu, faktor eksternal lebih luas, termasuk keterlibatan pejabat publik dalam proses pemilu yang dinilai mencederai prinsip keadilan.

“Kita juga melihat bagaimana kepala desa, pejabat kepala daerah, anggaran bansos, hingga orang yang paling berkuasa turun ke satu provinsi sampai 11 kali. Ini persoalan eksternal yang sangat berpengaruh dan bisa merusak proses maupun hasil pemilu,” tegasnya.

Baca Juga  Hasil Pilkades PAW Desa Gerinam Rambang Niru Muara Enim Akan Digugat Secara Hukum

Deddy juga menyinggung keberadaan “partai coklat” (parcok) yang ramai diperbincangkan saat pemilu tetapi tidak mendapat perhatian lebih dalam pembahasan resmi. Selain itu, ia mengkritik peran Mahkamah Konstitusi (MK) yang dalam beberapa putusan dinilai melampaui kewenangannya (ultrapetita), seperti dalam kasus sengketa pemilu di Papua, yang seharusnya merupakan ranah administratif.

Perbaikan Sistem

Diskusi dalam RDPU ini turut membahas kemungkinan penerapan sistem pemilu campuran (mixed system). Sejumlah pakar yang hadir, seperti Delia Wildianti (Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia) dan Hadar Nafis Gumay (Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity), berpendapat bahwa perbaikan sistem lebih penting daripada sekadar mengganti mekanisme pemilu.

Baca Juga  Maju Pilkada, Caleg DPR Terpilih Harus Mengundurkan Diri

Deddy mengingatkan agar revisi UU Pemilu tidak hanya berfokus pada perubahan sistem secara drastis, tetapi lebih pada perbaikan yang berkelanjutan.

“Tidak ada sistem pemilu yang sempurna. Sebaiknya yang ada itu terus diperbaiki, bukan terus-menerus diganti. Jangan karena sistem sekarang dianggap buruk, lalu kita menggantinya dengan yang lain, tetapi akhirnya masalah yang sama tetap terulang,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya memperbaiki moralitas penyelenggara negara serta memperkuat posisi partai politik agar sejalan dengan semangat sistem presidensial yang diamanatkan dalam konstitusi.

Diskusi ini diharapkan menjadi dasar bagi Komisi II DPR RI dalam menyusun revisi UU Pemilu dan UU Pilkada agar pemilu mendatang lebih transparan, adil, dan demokratis. (MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar