JAKARTA,SumselPost.co.id – Tahapan kampanye Pemilu 2022 akan mengetengahkan agenda Debat Capres-Cawapres yang pertama dengan tema: pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga. Sebagai bagian dari konsolidasi jelang agenda tersebut, Tim Pemenangan Prabowo yang dikomandoi oleh Nusron Wahid kemudian mengumpulkan aktivis dan korban penculikan tahun 1998 pendukung Paslon Prabowo-Gibran.
Dalam pernyataan yang diberitakan di sejumlah media, pada intinya mereka mengklaim bahwa Capres dukungan mereka, yaitu Prabowo Subianto bersih dari kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus Penculikan Aktivis 1997/1998.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pernyataan sejumlah aktivis 1998 pendukung capres Prabowo Subianto tersebut menyesatkan, mengabaikan fakta dan bahkan benar-benar menyakiti korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. “Pembelaan yang serampangan dan cenderung gelap mata demi kontestasi kekuasaan, sesungguhnya tidak pantas diucapkan oleh orang-orang yang mengklaim pernah menjadi aktivis perlawanan terhadap rezim otoriter Orde Baru,” tegas Al Araf perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil pada wartawan, Selasa (12/12/2023).
Dengan klaim dan embel sebagai aktivis 98 kata Al Araf, seharusnya mereka mengedepankan nilai-nilai perjuangan demokrasi dan HAM, khususnya keberpihakan pada korban dan keluarga korban, bukan membuat dan menyebarkan narasi manipulatif atas sejarah dan aktor kekerasan negara di masa lalu.
Penting diingat lanjut Al Araf, penyelesaian kasus kejahatan kemanusiaan negara (pelanggaran HAM berat) masa lalu, salah satunya kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 merupakan mandat dan agenda politik 1998. Selama kasus-kasus tersebut diselesaikan secara tuntas, termasuk membawa dan mengadili terduga pelaku dalam peradilan HAM, selama itu pula desakan dan tuntutan penyelesaiannya terus disuarakan dan tidak akan pernah surut.
“Adanya pernyataan yang menyatakan bahwa isu penculikan dan penghilangan paksa sebagai isu “5 tahunan” secara nyata merupakan pelecehan terhadap perjuangan korban dan keluarga korban yang telah berjuang selama puluhan tahun dan tak kenal henti untuk mendapat keadilan atas peristiwa yang dialaminya,” tegas Al Araf.
Khusus dalam kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998, menurut Al Araf, sejumlah dokumen khususnya laporan hasil penyelidikan Komnas HAM sejatinya sudah lebih dari cukup untuk meminta pertanggungjawaban Prabowo Subianto di ruang pengadilan HAM. “Hasil penyelidikan Komnas HAM telah menetapkan kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 sebagai peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu,” jelasnya
Sebelumnya juga, dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (Keputusan DKP) No: KEP/03/VIII/1998/DKP tentang rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI dinas karena terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktifis pada 1997-1998.
Menurut Al Araf, Pansus orang hilang di DPR pada tahun 2009 juga telah mengeluarkan empat rekomendasi kepada Pemerintah, yang salah satunya adalah membentuk pengadilan HAM (ad-hoc) kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. Hal itu seharusnya ditindaklanjuti, termasuk hari ini oleh presiden Joko Widodo. Tidak ada ruang yang lebih tepat bagi Prabowo Subianto untuk mengklarifikasi dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa yang diarahkan kepadanya selain ruang pengadilan.
“Juga ada pernyataan Budiman Sujatmiko dalam sebuah wawancara yang menyatakan bahwa Prabowo mengakui tindakan penculikan dan mereka yang dia culik telah dikembalikan. Pernyataan yang berisi pengajuan tersebut sesungguhnya memperkuat pentingnya untuk segera dibentuk pengadilan HAM dan meminta pertanggung jawaban Prabowo dalam penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. Pengakuan tersebut secara nyata bahwa Prabowo memang terlibat, meskipun menurut pengakuannya bahwa yang dia culik telah dikembalikan. Penting dicatat, penculikan adalah sebuah kejahatan dan mengembalikan mereka yang diculik tidak dengan serta merta menghapus kejahatan,” ungkapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, elit politik termasuk para aktivis 1998 yang sedang duduk di dalam kekuasaan dan/atau ikut dalam kontestasi elektoral hari ini, seharusnya tidak mengabaikan apalagi sampai melupakan nilai-nilai demokrasi dan HAM, khususnya perjuangan para korban dan keluarga korban.
“Harus diingat bersama, bahwa kondisi politik hari (baca: era reformasi), termasuk menghantarkan mereka yang hari ini duduk di dalam kekuasaan, merupakan hasil dari perjuangan para martir perubahan dalam melawan Orde Baru. Dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998, hingga masih terdapat 13 orang yang diculik dan belum kembali,” pungkasnya.(MM)
Komentar