Banyak Dana Ojol yang Tak Jelas, Komisi V DPR Desak Audit Paksa Aplikator Gojek & Grab

Nasional525 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, mendesak pemerintah segera menerbitkan regulasi untuk sektor transportasi daring yakni ojek oline (Ojol). Menurutnya selama 15 tahun terakhir, negara telah membiarkan pelanggaran hukum yang dilakukan Aplikator Ojol (Gojek dan Grab) yang berlangsung secara terbuka. Untuk itu, harus ada pemaksaan audit keuangan terhadap aplikator tersebut.

“Regulasi itu penting dan harus segera dibuat. Kita sudah melanggar hukum bersama-sama sejak 2010, dan pelanggaran itu terus terjadi hingga 2025 ini,” tegas Adian.

Hal itu disampaikan Adian dalam forum legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI: “Efisiensi RUU Transportasi Online” bersama Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Reni Astuti, Dirjen Perhubungan Darat Muiz Thohir, Perwakilan Ojol Raden Igun Wicaksono dan Pengamat transportasi Darmaningtyas, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Lebih lanjut politisi PDI Perjuangan itu, mengatakan pemerintah dan DPR RI tidak boleh lagi menunda pembahasan regulasi yang menyangkut nasib jutaan pengemudi ojek daring. Ia menyoroti klaim bahwa perusahaan aplikator seperti Gojek dan Grab telah menciptakan lapangan kerja, sembari mempertanyakan kebenaran data tersebut.

“Jangan sampai ada pengakuan pahlawan palsu. Sebelum ada aplikator itu, ojek pangkalan sudah ada. Mereka hanya menginjeksi teknologi. Apakah ada penambahan signifikan dalam jumlah pekerjaan? Harus dihitung, jangan cuma klaim,” ujarnya.

Adian menyoroti tuntutan sederhana dari para pengemudi ojol, seperti pendapatan layak untuk menyekolahkan anak dan hidup layak, yang menurutnya justru gagal dijamin oleh negara. “Mereka tidak minta rumah dinas atau mobil mewah. Mereka cuma ingin anak-anak mereka bisa sekolah. Ini permintaan paling manusiawi yang ternyata tak mampu dipenuhi negara,” ujarnya.

Baca Juga  Partai Gelora Usul Anggaran Pendidikan 20 Persen Seluruhnya Dikelola Kemendibudristek

Untuk itu, Adian mempertanyakan transparansi dana 5% dari total potongan yang dijanjikan sebagai tunjangan kesejahteraan driver sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. KP 101 Tahun 2022. Ketidakjelasan penggunaan dana dan akuntabilitas itu harus dilakukan audit paksa terhadap aplikator.

“Sejak 2022, siapa yang pegang uang 5% itu? Ke mana perginya? Mana datanya? Kalau memang untuk kesejahteraan driver, kenapa tidak langsung dikembalikan ke mereka saja?” tanya Adian.

Selain itu, Adian mencium aroma kepentingan besar dalam pembatalan RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Komisi V DPR dan para aplikator. Ia mengaku heran saat jadwal rapat mendadak hilang tanpa kejelasan, padahal sebelumnya sudah disepakati dalam rapat internal.

“Ada apa sebenarnya? Masak undangan baru dikirim 25 Mei malam, lalu esok harinya jam 11 pagi dibatalkan karena menteri mendampingi presiden. Padahal surat pemberitahuannya tertanggal 23 Mei. Ini lembaga negara, bukan main-main,” katanya.

Ia juga mengungkap data dari laporan keuangan Gojek, yang menurutnya menunjukkan potensi keuntungan besar dari skema potongan pendapatan. “Kuartal ketiga 2024, pendapatan bruto Gojek Rp10,3 triliun, GOTO Rp13,9 triliun. Artinya, 79% pendapatan GOTO disumbang dari Gojek,” ungkapnya.

Karena itu kata dia, sudah saatnya negara bersikap tegas, tidak hanya berpihak pada korporasi besar. Tapi, mendorong transparansi data dan pertemuan terbuka antara pihak aplikator, pemerintah, DPR, dan publik.

“Jangan hanya diskusi diam-diam. Ajak media, ajak pakar ekonomi, buka datanya. Kalau memang fair, ayo debat terbuka,” tantangnya.

Ia mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam menerbitkan regulasi. “Permenhub berubah-ubah dalam setahun bisa tiga kali. Negara seharusnya memberi kepastian, bukan kebingungan,” pungkasnya.

Baca Juga  DPR Mendorong Bansos Disalurkan Tepat Waktu dan Sasaran, Agar Masyarakat Gembira Saat Lebaran

Reni Astuti, menekankan pentingnya solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi oleh para driver ojek online (ojol), alih-alih sekadar pembahasan regulasi yang tak kunjung tuntas.

Menurut Reni, perbincangan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online tidak boleh hanya menjadi wacana yang berlarut-larut tanpa menghasilkan langkah nyata. Menurutnya, para driver ojol saat ini sudah berada dalam kondisi ekonomi yang mendesak, dan membutuhkan solusi segera dari pemerintah, bukan janji-janji semata.

“Diskusi tanpa solusi hanya akan menambah harapan palsu. Ini menjadi tanggung jawab kami di DPR untuk menghadirkan kebijakan yang benar-benar menjawab realita di lapangan,” ujar Reni.

Ia menyoroti ketidaksesuaian antara aturan potongan pendapatan yang dilakukan oleh perusahaan aplikator dan praktik di lapangan. Reni menyebut bahwa meski peraturan menteri telah menetapkan batas potongan maksimal sebesar 20% (15% + 5%), banyak aplikator justru memotong hingga 40–50%.

“Kalau memang transparansi ini penting, mestinya Kementerian Perhubungan melakukan audit terhadap potongan yang diberlakukan aplikator,” tegasnya.

Lebih lanjut, Reni menyatakan belum melihat keberpihakan yang nyata dari Kementerian Perhubungan terhadap kesejahteraan para driver ojol. Ia mendesak adanya langkah konkret seperti konferensi pers atau pernyataan resmi dari pemerintah mengenai posisi mereka atas isu tersebut.

Reni juga menyinggung hasil penelitiannya terkait driver ojol perempuan yang kerap menghadapi tantangan ganda sebagai tulang punggung keluarga, single parent, serta rawan terhadap tindak kriminalitas di jalan.

“Para driver perempuan ini menunjukkan ketangguhan luar biasa. Tapi mereka pun butuh perlindungan dan dukungan nyata dari negara,” kata Legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, yang juga sedang menempuh studi doktoral di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya itu.

Baca Juga  Catatan Komisi X DPR RI Terkait Perguruan Tinggi Mendapat Manfaat dari Prngrlolaan Tambang dalam RUU Minerba

Reni mengusulkan agar Komisi V DPR segera membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mempercepat pembahasan RUU Transportasi Online. Ia menekankan pentingnya tenggat waktu yang jelas, misalnya dalam dua hingga tiga bulan ke depan, untuk menghadirkan solusi nyata.

Selain itu, ia mendorong pemerintah untuk menyiapkan sanksi yang tegas namun adil terhadap aplikator yang melanggar, tanpa mematikan mata pencaharian para driver.

“Kita ingin semua pihak tumbuh bersama—driver, aplikator, dan pengguna. Tapi jangan ada eksploitasi, jangan ada ketidakadilan. Negara harus hadir memastikan kesejahteraan sebagaimana visi besar Presiden Prabowo,” tambahnya.

Raden Igun Wicaksono hanya menilai bahwa tinggal payung hukum dari banyak masalah yang menjadi tuntutan Ojol. “Pemerintah bisa terima aspirasi ojol sejak 2018 yang mengalami banyak perubahan, tapi tidak bisa bertindak ketika aplikator melakukan kesewenang-wenamgan.

“Seharusnya pemerintah hadir untuk menyelesaikan masalah. Tapi, buktinya pemerintah hanya mau diskusi dengan aplikator, tapi sebaliknya pemerintah dan aplikator tidak mau diskusi dengan ojol. Mereka selalu bilang kami akan konsultasi lagi. Setelah itu, tuntutan hilang,” katanya kecewa.

Menurut Darmaningtyas, masalah Ojol ini muncul ketika
trend bonus pendapatan mulai turun. Ditambah para driver makin banyak pungutan dan makin besar. “Menhub hanya mengklaim hanya berwenang atur lalu lintas, sedangkan izin aplikator oleh Komdigi. Jadi, solusinya aplikator harus dipaksa diaudit, apalagi sekarang inj banyak mensponsori acara-acara negara, terima iklan sponsor dan sebagainya, maka harus dipaksa untuk diaudit,” katanya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar