Banggar DPR RI Pastikan Kebijakan Pajak Shadow Economy Tidak Bebani UMKM

Nasional45 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menanggapi strategi pemerintah dalam mengawasi aktivitas shadow economy yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2026. Said menegaskan, hingga saat ini belum ada pembahasan detail antara pemerintah dengan DPR RI terkait strategi tersebut, meski telah menjadi bagian dari arah kebijakan fiskal pemerintah.

“Sampai saat ini belum ada pembahasan di Banggar, tunggu saja ya. Pembahasan di Banggar itu nampaknya akan kita bahas di Panja (Panitia Kerja),” tegas Said di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menjelaskan bahwa upaya pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap shadow economy merupakan langkah yang tepat sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Namun, ia menegaskan DPR RI memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menimbulkan beban baru bagi pelaku usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca Juga  Tidak hanya Legitimasi Hukum, Pencawapresan Gibran Cacat Legalitas

Menurut Said, UMKM selama ini sudah berkontribusi dalam penerimaan negara melalui pajak final sebesar 0,5 persen, yang hingga kini tidak mengalami perubahan. Ia menegaskan komitmen DPR untuk melindungi sektor UMKM yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional.

“Kalau UMKM nampaknya tidak pernah disentuh selain pajaknya 0,5 persen itu saja. Kan tidak pernah berubah. Bahkan di target penerimaan negara 2026 tetap 0,5 persen,” jelasnya.

Said menambahkan, UMKM justru perlu terus diberi ruang untuk berkembang tanpa terbebani regulasi baru yang berpotensi menghambat aktivitas usaha mereka. Diketahui bahwa pengawasan shadow economy lebih difokuskan kepada sektor-sektor yang selama ini tidak tercatat secara resmi namun memiliki potensi penerimaan negara yang signifikan seperti perdagangan eceran, perdagangan emas, usaha makanan dan minuman, hingga sektor perikanan.

Baca Juga  Langgar Etik PSU, MKD Rekomendasikan Beniyanto Tak Maju Pemilu 2029

“Kalau kita bicara UMKM, ini sektor yang memang selama ini jadi penopang ekonomi rakyat. Jadi jangan sampai ada kebijakan yang justru menghambat keberlangsungan usaha mereka. Pemerintah perlu berhati-hati dalam melaksanakan strategi pengawasan shadow economy agar tepat sasaran,” ujarnya.

Lebih lanjut, Said menyampaikan bahwa Banggar DPR RI akan mendalami rencana pemerintah tersebut melalui Panitia Kerja (Panja) Banggar dengan mengkaji secara komprehensif dampak kebijakan ini, termasuk perlindungan bagi sektor produktif rakyat kecil.

Baca Juga  Waka DPR Cucun Syamsurijal APBN Berpihak pada Pendidikan dan Industri

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mendefinisikan shadow economy sebagai aktivitas ekonomi yang sulit terdeteksi oleh otoritas berwenang sehingga luput dari pengenaan pajak. Shadow economy juga disebut dengan black economy, underground economy, ataupun hidden economy.

Shadow economy atau ekonomi bayangan adalah aktivitas ekonomi yang ”menumpang” pada aktivitas perekonomian resmi. Aktivitas itu terdiri dari produksi bawah tanah (underground production), yaitu aktivitas produktif yang bersifat legal, tetapi sengaja disembunyikan dari otoritas; produksi ilegal (illegal production), yaitu aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa yang bertentangan dengan hukum; dan sektor informal atau aktivitas yang sifatnya legal, tetapi dalam skala produksi kecil. (MM)

 

Komentar