Aset Negara Obligor Harus Dirampas, DPR Dorong Satgas BLBI Lakukan Asset Tracing

Nasional655 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto mengungkapkan banyak aset milik obligor (pengemplang aset negara) yang tercecer selama lebih dari 20 tahun (1999). Dari tanah yang awalnya hanya kebun sekarang sudah menjadi real estate. Ia mempertanyakan apakah Satgas BLBI sudah melakukan pendataan mengenai aset-aset obligor tersebut?

Salah satu obligor yang diketahui belum melunasi kewajibannya kepada pemerintah itu adalah Lydia Muchtar dan Atang Latief, pemilik Bank Tamara (Tamara Center; sekarang). Berdasarkan pengumuman Satgas BLBI di media cetak nasional, keduanya akan dipanggil Satgas BLBI untuk dimintai keterangan dan melunasi kewajiban mereka kepada negara pada 30 Maret 2023.

“Aset-aset negara ini berarti tidak dirampas, artinya hanya dijaminkan tapi dijaminkan hanya tempatnya saja, sertifikatnya tidak ada. Kalau ini terjadi kita dorong mengenai undang-undang perampasan aset,” tegas Wihadi di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Diskusi bertema ‘Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI’. Selain Wihadi Wiyanto, hadir anggota Komisi XI DPR Mokhamad Misbakhun dan Pengamat Ekonomi Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam.

Baca Juga  Pimpin Sidang Eksekutif Parlemen Asia, Fadli Zon Deklarasikan Terbentuknya Komisi Palestina dalam Organisasi Parlemen Asia

Kata Wihadi, Undang-undang Perampasan Aset ini perlu didorong sehingga apa yang menjadi aset BLBI bisa dirampas oleh negara dengan harga yang mungkin sudah berkali-kali lipat. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah Negara siap membuat UU tersebut.

“Jangan-jangan pemerintah sendiri yang enggak siap untuk membuat undang-undang itu, karena berbagai hal yang mereka, mungkin dari kinerja dan dari banyak juga yang hilang dan segalam macam asetnya itu,” jelas Wihadi.

Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, para obligor merupakan orang-orang yang membuat Negara ini hampir bangkrut. Banyak para obligor juga tidak tersentuh dalam penegakan hukum, mereka pada gilirannya masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia saat ini.

“BLBI memang punya sejarah panjang, sejarah panjangnya sampai sekarang (tapi) ujungnya masih belum kita ketahui. Penyelesaiannya seperti apa terhadap aset-aset yang dikuasai oleh pemerintah selama ini,” tegasnya.

Baca Juga  Dr. Derriansya Putra Jaya, M.Si, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Sumsel

Menurut Misbakhun, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR dengan Ketua Satgas BLBI yang juga Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Rionald Silaban pada Selasa (28/3), pihaknya mempertanyakan sejauhmana penelusuran aset yang dilakukan Satgas BLBI.

Khususnya apakah aset yang sekarang dikuasai obligor itu kembali kepada pemilik lama melalui berbagai skema. Sementara dalam Master Settlement And Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA), tidak diperbolehkan segala macam cara untuk mengembalikan aset itu kepada pemiliknya.

“BLBI harus tegas. Tegas dalam arti melakukan asset tracing. Supaya apa? Preseden membangkrutkan Negara melalui mekanisme utang piutang antara debitur dan kreditur melalui mekanisme perbankan itu tidak berulang,” jelas Misbakhun.

Asset tracing sendiri adalah aset yang sudah disita oleh Negara kemudian dijual kembali. Keberadaannya tidak dikuasai kembali oleh pemilik lamanya. Baik itu aset yang bersifat produktif atau aset yang bersifat tetap atau aset yang lain, termasuk hak-hak penguasaan.

Baca Juga  Sejalan dengan Nilai-Nilai Pancasila, LaNyalla Puji Rekomendasi Munas-Konbes NU

“Inilah yang kalau menurut saya, kalau kita berbicara tentang BLBI, harus didorong pemerintah melakukan upaya perampasan. Karena di Satgas BLBI ini ada Menkopolhukam, PPATK, Bareskrim, Jaksa Agung dan sebagainya,” pungkas Misbakhun.

Sementara itu Piter mengaku pesimis Sathas BlBI akan mampu menyelesaikan tugasnya dengan optimal, karena masa kerjanya akan berakhir pada 31 Desember 2023. Meski sejak 2021 menyatakan punya bukti dalam perampasan aset negara itu, namun hasilnya hanya Rp25,8 triliun. “Satgas BLBI ini ramai dari awal, tapi terbukti hasilnya dalam penyitaan aset keluarga Soeharto saja misalnya sudah tak lagi bergeming,” ungkapnya.

Padahal lanjut dia, tugas Satgas BLBI itu meliputi; Pokja, data, penelusuran dan penagihan. Tapi, meski mengaku punya bukti, minim dalam mengeksekusi aset. “Namun, satgas BLBI ini tetap dibutuhkan karena lembaga yang berwenang tak mampu menjalankan tugasnya dan lemah dalam berkoordinasi,” tambahnya.(MM)

 

 

Komentar