Palembang, Sumselpost.co.id – Benteng Kuto Besak (BKB) adalah salah satu situs bersejarah paling monumental di Kota Palembang. Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari catatan panjang sejarah Palembang sebagai salah satu kota tertua di Indonesia.
Benteng ini bukan hanya berfungsi sebagai kediaman Sultan Palembang Darussalam pada masanya, tetapi juga menjadi pusat pemerintahan sekaligus benteng pertahanan. Namun, pada tahun 1821, BKB jatuh ke tangan pemerintah kolonial Belanda. Dengan tipu daya, Belanda berhasil menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II dan mengasingkannya ke Ternate, Maluku Utara. Sejak masa kemerdekaan hingga kini, bangunan ini dikuasai oleh militer (TNI).
Di balik kemegahan BKB, terdapat banyak fakta historis yang jarang diketahui masyarakat. Berikut rangkuman 10 fakta menarik tentang Benteng Kuto Besak:
1. Benteng Besar Karya Pribumi
BKB adalah salah satu benteng besar di Indonesia yang dibangun oleh pribumi pada masa kolonial. Selain BKB, terdapat Benteng Indra Patra di Aceh yang dibangun pada abad ke-17 pada masa Sultan Iskandar Muda, serta Benteng Somba Opu di Makassar. Namun, ukuran BKB jauh lebih besar dibanding kedua benteng tersebut, menjadikannya simbol kekuatan lokal yang monumental.
2. Benteng Terbesar Kedua di Indonesia
Dengan luas 288,75 m x 183,75 m atau sekitar 5,3 hektar, BKB tercatat sebagai benteng terbesar kedua di Indonesia. Posisi pertama ditempati oleh Benteng Keraton Buton di Sulawesi Tenggara yang memiliki luas 23,38 hektar. Fakta ini menunjukkan betapa megahnya BKB sebagai pusat kekuasaan Kesultanan Palembang.
3. Pembangunan yang Panjang
Pembangunan BKB dimulai pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I Jayowikramo sekitar tahun 1779–1780. Proses pembangunan berlangsung cukup lama dan baru selesai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahaudin pada tahun 1797. Hal ini mencerminkan betapa seriusnya usaha Kesultanan Palembang dalam membangun pusat pertahanan yang kokoh.
4. Struktur Kokoh dengan Bahan Tradisional
Dinding BKB dibangun dari batu bata yang direkatkan dengan kapur, sebuah teknik konstruksi tradisional yang kuat. Tinggi dinding mencapai 9,9 meter dengan ketebalan antara 1,99–2,10 meter. Konstruksi ini membuat benteng mampu bertahan ratusan tahun meski menghadapi berbagai perubahan zaman.
5. Tiga Gerbang Utama
BKB memiliki tiga gerbang yang masing-masing memiliki fungsi dan arah berbeda:
– Lawang Kuto: Gerbang utama menghadap Tenggara, langsung ke Sungai Musi.
– Lawang Borotan: Gerbang Barat Laut.
– Gerbang Timur Laut: Menghadap ke Kuto Kecik atau Kuto Lama, yang kini berada di sekitar Jembatan Ampera.
6. Bastion di Setiap Sudut
Di setiap sudut benteng terdapat bastion, yaitu menara pertahanan yang berfungsi sebagai titik pengawasan dan pertahanan. Keberadaan bastion ini menunjukkan strategi militer Kesultanan Palembang yang canggih pada masanya.
7. Dikelilingi Empat Sungai
BKB dikelilingi oleh empat sungai yang memperkuat fungsi pertahanannya sekaligus menjadi jalur transportasi penting:
– Sungai Musi
– Sungai Sekanak (arah Pasar Sekanak)
– Sungai Kapuran (arah Jalan Merdeka)
– Sungai Tengkuruk (arah Pasar 16 Ilir)
8. Simbol Kejayaan Kesultanan Palembang
BKB adalah peninggalan sejarah yang mengingatkan kita pada kebesaran Kesultanan Palembang Darussalam. Benteng ini menjadi saksi bisu kejayaan politik, ekonomi, dan budaya Palembang di masa lalu.
9. Cagar Budaya Nasional
Pada 3 Maret 2004, BKB resmi ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nomor registrasi CB 678. Penetapan ini menegaskan pentingnya BKB sebagai warisan sejarah yang harus dilestarikan.
10. Dikuasai Militer Hingga Kini
Sejak masa kemerdekaan, BKB dikuasai oleh militer (TNI). Di dalamnya terdapat berbagai fasilitas militer sehingga akses publik sangat terbatas. Hal ini membuat masyarakat hanya dapat menikmati keindahan BKB dari luar, terutama dari tepian Sungai Musi.
Benteng Kuto Besak bukan sekadar bangunan tua, melainkan simbol perlawanan, kejayaan, dan identitas Palembang. Meski kini aksesnya terbatas, BKB tetap menjadi ikon sejarah yang patut dikenang dan dilestarikan. Keberadaannya mengingatkan kita bahwa Palembang pernah menjadi pusat kekuatan besar di Nusantara.
Oleh: M. Yasin






















Komentar