UU Kepariwisataan Baru, Novita Hardini Komisi VII DPR: Instrumen untuk Dongkrak PAD Daerah dan Ekonomi Nasional

Nasional212 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, menyampaikan optimismenya terkait Undang-Undang Kepariwisataan baru yang disahkan DPR. Menurutnya regulasi ini bukan hanya sekadar produk hukum, melainkan bentuk cinta bangsa Indonesia untuk mendorong kemajuan sektor pariwisata sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

“Kami bersyukur atas lahirnya UU Kepariwisataan ini, bukan hanya aturan semata, tapi wujud komitmen kami agar pariwisata bisa menjadi instrumen penting untuk mengdongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% – 8% ,” tegas Novita bersama pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah dalam forum dialektika demokrasi bertajuk “UU Kepariwisataan Disahkan, Angin Segar Pariwisata Nasonal” di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Novita menegaskan, UU Kepariwisataan diharapkan mampu berkontribusi terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Sebab, pariwisata bisa menjadi salah satu sektor utama untuk mencapai target ekonomi tersebut.

Selain itu, Novita menekankan bahwa pariwisata dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) di tengah menurunnya alokasi transfer ke daerah. “Undang-undang ini diharapkan menjadi instrumen yang membahagiakan bagi daerah. Pariwisata tak lagi hanya terpusat di kawasan ekonomi khusus, tapi bisa merata dan berkelanjutan di berbagai wilayah,” ujarnya.

Karena itu, dia mendorong agar ekosistem pariwisata melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, daerah, swasta, hingga masyarakat setempat. Menyadari pariwisata berkelanjutan hanya bisa tercapai jika seluruh pemangku kepentingan bergotong royong, termasuk dalam menciptakan iklim investasi dan meningkatkan kualitas SDM (sumber daya manusia).

Lebih jauh, Novita menyoroti soal kebocoran ekonomi di sektor pariwisata yang selama ini terjadi, sehingga dengan UU baru ini, diharapkan kebocoran tersebut bisa diminimalisasi. “Kami ingin pariwisata menjadi sumber pendapatan yang sehat dan memberi kesejahteraan bagi masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Selain mendorong aspek ekonomi, UU Kepariwisataan juga mengatur perlindungan promosi pariwisata. “Promosi pariwisata kini mendapat payung hukum penting agar Indonesia bisa bersaing dengan destinasi global. “Makanya perlu kerjasama antar lembaga untuk saling menguatkan termasuk dengan organisasi kemasyarakatan setempat. Selanjutnya diperkuat dengan digitalisasi pariwisata nasional,” tambah Novita.

Novita optimis UU Kepariwisataan ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional di tengah goncangan politik dan ekonomi dunia yang tidak pasti. “Melalui diplomasi wisata ini kita ingin pariwisata maju dan memberikan kesejahtetaan bagi masyarakat setempat. Sedangkan untuk wisata halal
diserahkan pada pemerintah untuk menyusun aturan turunannya bekerjasama dengan Pemda dan masyarakat setempat,” pungkasnya.

Sementara itu, Trubus menekankan UU Kepariwisataan terbaru menjawab berbagai persoalan mendasar, mulai dari promosi hingga perlindungan kesejahteraan masyarakat sekitar destinasi. Ia menilai keberadaan masyarakat lokal kerap hanya menjadi penonton, sementara keputusan strategis ditentukan pemerintah maupun investor.

“Dengan adanya ruang partisipasi publik, masyarakat kini bisa lebih berdaya. Ini yang kita tunggu-tunggu. Juga pentingnya sinkronisasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga masyarakat dalam mengembangkan ekosistem pariwisata. Regulasi ini perlu mengakomodasi masyarakat adat yang selama ini belum sepenuhnya mendapat perlindungan hukum dalam pembangunan pariwisata,” ungkapnya.

Menurut Trubus, tantangan ke depan adalah memastikan turunan regulasi berupa peraturan daerah (Perda) selaras dengan kebutuhan masyarakat, termasuk mendukung percepatan promosi kuliner dan produk UMKM lokal. Ia berharap, sektor pariwisata ke depan tidak hanya bergantung pada keindahan alam, tetapi juga pada kekuatan budaya dan partisipasi publik. “Intinya, pariwisata harus naik kelas dengan melibatkan masyarakat lokal, diaspora Indonesia, hingga mendorong citra positif bangsa di mata dunia,” kata Trubus. (MM)

Komentar