Temui Waka DPD RI, Pansus Kemanusiaan Papua Tengah Minta Pemerintah Daerah Terlibat Aktif Tangani Pengungsi

Nasional37 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Panitia Khusus Kemanusiaan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah menemui Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, dalam rangka menyerahkan Laporan Hasil Kinerja selama tahun 2025. Kinerja tersebut terkait dengan respons para wakil rakyat Papua Tengah atas dampak konflik bersenjata yang terjadi di Provinsi Papua Tengah.

Beberapa kabupaten yang terdampak oleh konflik tersebut, seperti Kabupaten Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya dan Dogiyai, telah merasakan keresahan yang tidak kunjung mereda.

Ribuan pengungsi yang menyebar di berbagai daerah di Papua Tengah telah menyebabkan kehidupan sosial-kemasyarakatan tidak lagi berjalan dengan normal.

Menurut Ketua Pansus, Yohannes Kemong, ribuan pengungsi enggan kembali ke kampung halaman. Sebagian besar masyarakat tidak lagi mampu mencari nafkah seperti biasanya. Bahkan, anak-anak di wilayah konflik tersebut merasakan ketakutan yang luar biasa, sehingga harus meninggalkan bangku sekolah.

“Sepanjang 2025, anak-anak di wilayah konflik tidak menjalani proses belajar secara efektif. Para guru takut untuk melakukan aktivitas mengajar, sebab mereka trauma akan suara desing peluru dan kekerasan yang setiap bisa terjadi,” ujar Kemong.

Menurutnya, para pengungsi terkesan tidak mendapatkan perhatian besar dari pemerintah daerah, khususnya dari pemerintah kabupaten di daerah konflik. Akibatnya, sebagian besar masyarakat mengungsi di wilayah-wilayah yang dipandang masih relatif aman, seperti di Kabupaten Timika dan dan Kabupaten Nabire.

“Kita menyanyangkan kurangnya perhatian khusus dari pemerintah daerah. Mereka bahkan tidak menyiapkan tenda-tenda atau pemukiman darurat di wilayah konflik. Pada akhirnya, masyarakat mencari perlindungan di daerah-derah lain dengan berbekal bantuan dari swadaya masyarakat di daerah tersebut,” jelas Kemong.

Sementara itu, Ketua Pansus Kemanusiaan DPRK Puncak, Jakson Hagabal, menyatakan bahwa masyarakat di daerah konflik menyayangkan banyaknya pasukan non-organik yang dikerahkan di wilayah-wilayah konflik.

Menurutnya, kehadiran pasukan tersebut tidak menjadikan situasi menjadi lebih aman dan nyaman, melainkan semakin menambah ketakutan dan kekhawatiran.

“Kami meminta pemerintah pusat untuk menarik pasukan non-organik di wilayah-wilayah konflik. Masyarakat tidak membutuhkan penambahan pasukan dan operasi militer, melainkan dialog konstruktif dan persuasif antara masyarakat dengan pihak-pihak yang bertikai, baik dari masyarakat, maupun dari aparat keamanan,” ungkap Hagabal.

Dalam laporan yang diserahkan kepada Wakil Ketua DPD RI, Pansus Kemanusiaan DPR Papua Tengah dan DPR Kabupaten Puncak menyimpulkan beberapa poin penting:

Pertama, meminta pemerintah daerah memastikan kebutuhan dasar para pengungsui terpenuhi, seperti makan, hunian sementara, pendidikan dan layanan kesehatan.

Kedua, mendukung rencana pemulangan ribuan pengungsi ke kampung halaman mereka paling lambat Desember 2025, dan memastikan keamanan mereka sekembalinya dari pengungsian.

Ketiga, menarik kembali pasukan non-organik di wilayah-wilayah konflik, sambil mengedepankan penyelesaian konflik secara dialogis dan persuasif.

Keempat, berbagai fasilitas umum yang ditempati oleh pasukan non-organik harus dikembalikan kepada masyarakat untuk digunakan sebagaimana peruntukannya.

Kelima, pemulihan traumatik bagi masyarakat yang selama masa konflik telah terlanjur mengalami ketakutan dan kekhawatiran.

Pada saat yang sama, Yorrys Raweyai menyambut baik laporan yang diserahkan oleh Pansus Kemanusiaan Papua Tengah dan Kabupaten Puncak. Yorrys berjanji akan meneruskan laporan tersebut untuk dibahas dalam agenda rapat Komite terkait sehabis masa reses.

“DPD RI akan mengundang berbagai pihak, termasuk Menkopolkam, Panglima TNI, dan Kapolri sera para Pimpinan Daerah di Papua Tengah untuk secara bersama-sama mengawal dan menindaklanjuti laporan Pansus selepas masa reses pada Januari 2026 yang akan datang,” pungkas Yorrys. (MM)

Komentar