Revisi UU Haji Harus Menjawab Tantangan Digitalisasi, Meningkatkan Pelayanan dan Perlindungan Jemaah Haji 2026

Nasional45 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Badan Penyelenhgara Haji (BPH) yang baru terbentuk ini dikhawatirkan kewalahan dalam menyelenggarakan ibadah haji tahun 2026 mendatang, karena infrastruktur dan SDM (sumber daya manusia) -nya yang belum siap. Sementara kebijakan Arab Saudi berubah-ubah, diberlakukannya sistem digitilisasi, syarikah dan lain-lain. Karena itu RUU Haji ini harus bisa menjawab tantangan pelaksanaan dan mengoptimalkan pelayanan serta perlindungan terhadap 221 ribu calon jemaah haji Indonesia, khususnya ketika berada di Arab Saudi.

“Seandainya RUU Haji ini selesai pada September, presiden masih harus menerbitkan Surpres, BPH harus menerbitkan petunjuk peraturan perlaksanaan, lalu siapa yang akan mengawal kebijakan itu dari pusat hingga daerah. Berbeda dengan Kemenag RI yang insfrastruktur dan SDM nya sampai daerah, sehingga mudah dikoordinasikan. Tapi, kalau BPH bgamana? Ini yang harus mendapat perhatian dalam RUU Haji ini, ” kata Mustholih Siradj.

Hal itu disampaikan Ketua KomNas Haji, Mustholih Siradj itu dalam forum legislasi “Revisi UU Haji Demi Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pengelolaan Ibadah Haji di Indonesia” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bersama Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abidin Fikri, dan Ketua Tim 13 Asosiasi Haji Umrah, Muhammad Firman Taufik di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Lebih lanjut Mustholih menilai seharusnya ada tim transisi yang mengawal BPH sampai BPH benar-benar siap menjadi pelaksana atau regulator ibadah haji. Namun demikian, UU Haji No.8 tahun 2019 ini dengan berbagai macam dinamikanya harus direvisi. Hal itu karena terjadi perubahan aturan di Arab Saudi, seperti digitalisasi penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, ada nusuk, syarikah dan lain-lain. “Jadi, bagaimana RUU Haji ini bisa meningkatkan efisiensi pelayanan dan perlindungan kepada jemaah. Termasuk untuk haji furoda,” ujarnya.

Baca Juga  Komisi I DPR Minta Presiden Prabowo Segera Tunjuk Dubes Indonesia untuk AS

Menurut Mustholih, RUU Haji ini masih Indonesia sentris, padahal penyelenggaraan ibadah haji 90% di Arab Saudi. Bahkan dengan taklimatul hajj dengan aturan-aturan yang ada di Arab Saudi, siapa pun yang mengelola, yang bertanggung jawabi persoalan haji, itu rentan berhadapan dengan kasus hukum Arab Saudi. “Saya berharap RUU Haji nanti lebih fleksibel, tidak terlalu rigid, detil,” ungkap Mustholih.

Namun kata Abidin Fikri, RUU tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah ini telah resmi masuk ke DPR RI setelah pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Dengan masuknya DIM tersebut, DPR bersiap untuk memulai tahapan pembahasan. “RUU-nya sudah kami terima karena pemerintah telah menyampaikan DIM-nya. Sekarang tinggal menunggu proses penjadwalan di Komisi VIII,” ungkapnya.

Abidin menegaskan bahwa pembaruan undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji, terutama demi kemaslahatan para jemaah. Salah satu perubahan besar yang akan dibawa oleh RUU ini adalah peningkatan status kelembagaan penyelenggara haji menjadi setara kementerian.

Baca Juga  Yunita Pergoki Suaminya JA di Kostan Bersama MZ

Dengan struktur kelembagaan yang lebih kuat, diharapkan pelayanan haji semakin optimal. Selain itu, RUU ini menekankan pentingnya penyelarasan dengan Visi Arab Saudi 2030, yang merupakan strategi besar pemerintah Arab Saudi dalam memodernisasi berbagai sektor, termasuk layanan ibadah haji.

“Kita harus proaktif menyesuaikan dengan sistem dan kebijakan terbaru dari Arab Saudi agar pengelolaan haji ini tidak ketinggalan. RUU ini, tidak akan banyak perubahan dari draft yang telah diajukan oleh pemerintah. Meski pembahasan tetap akan terbuka terhadap masukan dari masyarakat. Partisipasi publik sudah dilakukan sebelumnya, dan dalam proses pembahasan nanti, kami akan terus melibatkan masyarakat. Saat ini kami sedang menyusun jadwal masa sidang Komisi VIII DPR,” jelasnya.

Ketua Tim 13 Haji Umrah, M. Firman Taufik, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah harus mampu menjaga ekosistem ekonomi yang telah terbentuk dari industri perjalanan ibadah tersebut. Menurutnya, penyelenggaraan haji dan umrah tidak semata-mata urusan ibadah, tetapi juga menyangkut perputaran ekonomi yang melibatkan banyak sektor.

“Industri ini telah menopang perekonomian nasional dengan melibatkan UMKM, konveksi, katering, transportasi darat maupun udara, perhotelan, hingga jasa pembimbing ibadah,” kata Firman.

Baca Juga  DPR Minta Aparat Bertindak Cepat dan Tegas Ringkus Penjual Senjata Ilegal di Lokapasar

Firman menilai, ekosistem yang sudah terbentuk ini melibatkan regulator, operator, penyedia jasa, hingga jamaah sebagai pengguna. Karena itu, ia menekankan pentingnya revisi UU haji dan umrah agar tidak hanya fokus pada aspek ibadah, tetapi juga memperhatikan dampak ekonomi yang melingkupinya. “Pertanyaan besarnya adalah apakah RUU baru nanti akan melestarikan ekosistem ekonomi berbasis jemaah yang sudah terbentuk? Itu yang harus kita jaga bersama,” ujarnya.

Firman menyinggung perbedaan mendasar antara haji reguler dan haji khusus. Menurutnya, haji reguler diselenggarakan tunggal oleh pemerintah dengan kuota 92 persen dan mendapat subsidi, sementara haji khusus dikelola oleh lebih dari 900 penyelenggara dengan kuota 8 persen tanpa subsidi pemerintah.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman, terutama terkait digitalisasi, perubahan perilaku konsumen, regulasi baru dari Arab Saudi, serta transparansi metode penyelenggaraan haji. “UU yang ideal adalah yang mampu memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada warga negara, sekaligus meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah,” katanya.

Rencana revisi UU 8/2019 diperkirakan akan dibahas dalam waktu dekat. Firman berharap hasilnya bisa memperkuat tata kelola, meningkatkan kualitas layanan, sekaligus menjaga keberlangsungan ekosistem ekonomi yang lahir dari industri haji dan umrah selama ini. (MM)

Komentar