Refleksi 2025, Outlook 2026: BKSAP Tegaskan Diplomasi Parlemen Perkuat Posisi Indonesia di Panggung Dunia

Nasional92 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id — Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menegaskan bahwa diplomasi parlemen merupakan instrumen strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di tengah konflik global, rivalitas kekuatan besar, serta krisis kemanusiaan yang terus berkembang.

Sebagai Ketua BKSAP DPR RI sekaligus Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Riau II, Syahrul Aidi Maazat menyampaikan bahwa selain melalui jalur eksekutif, Indonesia juga dapat menjalankan politik luar negeri melalui jalur parlemen, khususnya melalui BKSAP yang secara aktif membangun komunikasi antarparlemen, memperjuangkan kepentingan nasional, serta mengawal arah kebijakan luar negeri pemerintah agar selaras dengan aspirasi masyarakat.

Dalam refleksi kebijakan luar negeri 2025 dan outlook 2026, BKSAP secara aktif mengangkat sejumlah isu internasional sebagai studi kasus diplomasi parlemen. Isu-isu tersebut meliputi Palestina, konflik Sudan dan krisis Yaman, serta dinamika Timur Tengah yang melibatkan berbagai aktor kawasan, termasuk Uni Emirat Arab (UEA). BKSAP memandang isu-isu ini mencerminkan kompleksitas tantangan global yang menuntut pendekatan diplomasi yang aktif dan berimbang.

BKSAP menegaskan sikap konsisten Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina serta mendorong penyelesaian damai konflik di Sudan dan Yaman melalui gencatan senjata, dialog politik, dan mekanisme multilateral. Melalui diplomasi antarparlemen, Indonesia terus menyuarakan kepentingan kemanusiaan dan stabilitas kawasan di berbagai forum internasional.

Di kawasan Indo-Pasifik, BKSAP menilai meningkatnya rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok sebagai tantangan nyata bagi pelaksanaan politik luar negeri bebas-aktif. Menurut Syahrul Aidi Maazat, Indonesia harus tetap membuka ruang kerja sama dengan semua pihak tanpa mengorbankan kemandirian dan kepentingan strategis nasional.

“Indonesia tidak boleh menjadi objek tarik-menarik kepentingan. Kita harus menerapkan hedging diplomacy: terbuka bekerja sama, tetapi tidak menjadi alat geopolitik pihak mana pun,” tegasnya.

Selain isu global, BKSAP menekankan bahwa keberhasilan diplomasi harus memberikan manfaat langsung bagi rakyat. Oleh karena itu, perlindungan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri ditempatkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agenda politik luar negeri nasional.

Sebagai Anggota DPR RI dari Dapil Riau II, Syahrul Aidi Maazat juga menyoroti pentingnya penguatan perlindungan WNI, khususnya pekerja migran yang rentan terhadap penipuan, perdagangan manusia, dan deportasi paksa. Ia menyerukan sistem perlindungan yang lebih cepat, modern, dan berbasis perjanjian bilateral.

Ia turut menyoroti ancaman perubahan iklim dan kebencanaan, termasuk banjir besar di Sumatera. Menurutnya, diplomasi Indonesia harus memasukkan agenda climate diplomacy dan humanitarian diplomacy, mulai dari pemanfaatan teknologi satelit hingga penguatan pendanaan mitigasi global.

“Diplomasi Indonesia ke depan harus memperkuat posisi sebagai pemimpin Global South, berorientasi pada perlindungan rakyat, serta memastikan kerja sama luar negeri memberi manfaat nyata bagi ketahanan energi, pangan, pertahanan, teknologi, dan ruang siber,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Syahrul Aidi Maazat menyampaikan bahwa ke depan diplomasi parlemen akan bergerak lebih tegas, berdampak, dan berorientasi pada hasil. Dengan pendekatan tersebut, Indonesia tidak hanya hadir dalam percaturan global, tetapi juga tampil sebagai negara yang diperhitungkan dan dihormati. (MM)

Komentar