Perguruan Tinggi Didorong Perkuat Soft Skills dan Life Skills Lulusan untuk Hadapi Tantangan Dunia Kerja

Berita Utama268 Dilihat
banner1080x1080

Palembang, Sumselpost.co.id — Perguruan tinggi di Indonesia didorong untuk tidak hanya fokus pada pencapaian akademik, tetapi juga memperkuat pengembangan soft skills dan life skills mahasiswa sebagai bekal menghadapi perubahan dunia kerja di era digital.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Mohammad Syawaludin, M.A., Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang, dalam tulisannya berjudul “Dari Kampus ke Dunia Kerja: Penguatan Soft Skills dan Life Skills Lulusan Perguruan Tinggi dalam Kerangka SDGs Pendidikan dan Kemitraan.”

Menurut Dr. Syawaludin, fenomena sulitnya alumni perguruan tinggi mendapatkan pekerjaan menunjukkan adanya kesenjangan antara kompetensi lulusan dan kebutuhan dunia kerja.

“Istilah alumni perguruan tinggi dalam keadaan tidak baik-baik saja bukan sekadar lelucon, tetapi mencerminkan realitas bahwa banyak lulusan belum siap bersaing di pasar kerja global,” ujarnya.

Ia menilai, perguruan tinggi kerap sibuk mengejar predikat unggul dalam akreditasi, namun belum optimal dalam menyiapkan alumninya agar adaptif terhadap kebutuhan industri.

Data Graduate Employability Survey (British Council, 2018) menunjukkan, 53% pemberi kerja di Indonesia kesulitan menemukan lulusan dengan keterampilan nonteknis yang memadai. Sementara itu, laporan LinkedIn 2025 mencatat 32% perekrut menganggap kekurangan soft skills seperti komunikasi dan pemecahan masalah sebagai hambatan utama dalam proses rekrutmen.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 juga mencatat tingkat pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi mencapai 6,23%. Angka ini memperlihatkan bahwa ijazah semata belum cukup menjamin kesiapan kerja.

Di Provinsi Sumatera Selatan, tingkat pengangguran terbuka Agustus 2024 mencapai 3,86%. Dari angka tersebut, pengangguran terbanyak berasal dari lulusan SMA (107.766 orang) dan perguruan tinggi (34.481 orang), sedangkan lulusan SMK menjadi penyumbang tertinggi dengan TPT 10,53%.

Dr. Syawaludin menegaskan, kondisi ini menunjukkan adanya mismatch antara keterampilan lulusan dan kebutuhan industri.

“Soft skills seperti komunikasi efektif, manajemen waktu, kerja sama tim, dan adaptabilitas kini menjadi kebutuhan mendesak agar lulusan dapat bersaing di dunia kerja,” katanya.

Dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs), terutama Tujuan ke-4 (Pendidikan Berkualitas) dan Tujuan ke-17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan), perguruan tinggi dituntut memperkuat kerja sama dengan dunia industri, pemerintah, dan masyarakat. Kemitraan ini diharapkan dapat menghadirkan kurikulum adaptif, program magang, dan pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning).

Penelitian Embiss (2024) menunjukkan bahwa soft skills memiliki korelasi positif signifikan terhadap kesiapan kerja mahasiswa. Lulusan yang dibekali keterampilan interpersonal dan kepemimpinan terbukti lebih mudah terserap di dunia profesional.

Lebih lanjut, Dr. Syawaludin menjelaskan bahwa arah transformasi pendidikan tinggi harus berorientasi pada pembentukan human capital yang cerdas, tangguh, dan berkarakter.

“Pendidikan tinggi tidak hanya mencetak sarjana berijazah, tetapi harus membentuk insan yang mampu beradaptasi, berpikir kritis, dan berempati sosial di tengah perubahan global,” jelasnya.

Ia juga menyoroti bahwa implementasi kebijakan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) masih berorientasi pada capaian kognitif, bukan pada penguatan kompetensi afektif dan psikomotorik. Akibatnya, lulusan yang cerdas secara akademik belum tentu siap secara sosial dan profesional.

Sebagai solusi, ia mendorong kampus untuk memperluas kemitraan strategis dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), membangun pusat karier yang aktif, serta menyediakan program pembelajaran berkelanjutan (lifelong learning) bagi alumni.

Selain itu, jejaring Ikatan Alumni (IKA), program mentoring, dan inkubasi kewirausahaan juga perlu diperkuat agar lulusan tidak hanya mencari kerja, tetapi mampu menciptakan lapangan kerja.

“Dengan strategi ini, perguruan tinggi dapat memainkan peran strategis dalam mewujudkan SDGs, khususnya melalui pendidikan berkualitas dan kemitraan yang berkelanjutan,” tutupnya.

Komentar