Muba Sumselpost.co.id,- Karet merupakan salah-satu tanam-tumbuh yang menjadi penghasilan bagi rakyat Indonesia. Dengan menyadap karet masyarakat tani tidak lagi sibuk untuk mencari pekerjaan lain bahkan kesejahteraan perekonomian mereka pun bisa meningkat.
Tapi bagaimana nasib petani karet kedepan, jika kebun karet yang selama ini petani andalkan tidak lagi menghasilkan secara maksimal.
Misalkan di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Provinsi Sumatera Selatan. Sejak adanya larangan membakar lahan pertanian, kebun karet masyarakat di kabupaten tersebut, sekarang ini rata-rata sudah tua alias tinggal kerangka dan tak lagi diremajakan oleh sang pemilik, karena sulit dan besarnya biaya membuka lahan pertanian dengan cara tidak membakar.
Dari pantauan, diperkirakan mencapai puluhan ribu hektar kebun karet masyarakat di kabupaten Musi Banyuasin sudah tidak lagi produksi secara maksimal. Ditambah lagi harga karet sering mengalami pasang surut. Sehingga banyak masyarakat tani yang berubah haluan dalam mencari rejeki. Seperti bekerja di perusahaan, menjadi pedagang sayur keliling, bekerja di tambang minyak ilegal dan lain sebagainya.
“ Kalau ada peluang untuk bekerja lain, sebenarnya memang lebih baik berubah haluan, ketimbang menyadap karet tua seperti ini. Bekerja nya lama tapi hasil nya sedikit.”Ujar Ramdan (27) salah-satu petani karet, saat dibincangi awak media (25/4/2023) siang.
Ramdan menjelaskan, bahwa kebun karet warisan dari orang tuanya itu sebelumnya dapat menghasilkan getah karet lebih dari 30 kg perhari.
“Semasa pohon karet ini masih berusia dibawah 25 tahun, hasil nya lebih dari 30 kg perhari. Sekarang hasil nya paling kencang 10 atau 8 kilogram perhari. Karena usianya sudah lebih dari tiga puluh tahun, lihat saja kulit bagian bawah nya sudah habis.”Jelas Ramdan.
Sementara, Sasli Rais (52) warga Sekayu berharap kepada Pemerintah agar dapat memberikan solusi yang tepat untuk membuka lahan pertanian.
“ Yah, mengenai pembukaan lahan pertanian harus ada solusi yang tepat dari pemerintah. Jangan hanya dilarang, Karena lama kelamaan kebun karet masyarakat bisa habis dimakan usia.” Ujarnya.
Lanjutnya, kalau sekedar disediakan alat berat saya ras tidak akan jalan. “Karena banyak proses dan besar biayanya, harus berkelompok dan satu hamparan, lagi pula jika lahan yang akan digusur itu jauh dari jalan poros bisa-bisa lebih besar biaya ganti rugi ketimbang hasil kebun. Karena warga pemilik lahan yang dilalui alat berat itu jelas meminta ganti rugi.” Ungkapnya.
Rais menambahkan, dengan adanya kemudahan untuk membuka lahan kedepannya masyarakat tani mempunyai cadangan untuk masa depan.
“Terutama hasil pertanian, seperti padi jagung dan lain-lain, dengan tidak membeli beras dan sayur mayur selama 5-6 bulan masyarakat tani kan dapat mengumpulkan uang. Kedua, setelah pohon karet yang ditanam menjadi besar masyarakat bisa menyadap nya”. Paparnya. (Ulandari/pik)
Komentar