MPR: Presiden Prabowo Dukung Lanjutkan Pembahasan Haluan Negara

Nasional111 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Badan Pengkajian MPR RI Firman Subagyo menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto mendukung dilanjutkannya pembahasan PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara). Hanya saja bagaimana bentuk, kedudukan, dan payung hukumnya; apakah sebagai pengganti GBHN (Garis Garis Besar Haluan Negara), melalui amandemen konstitusi terbatas, dan atau dalam bentuk undang-undang. Hal itu karena MPR RI pasca reformasi 1998 tidak lagi mempunyai tugas untuk menetapkan TAP MPR RI.

“Kalau dilakukan amandemen UUD NRI 1945 banyak yang mencurigai akan ada pasal siluman, perpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode, kalau dengan UU nantinya UU itu bisa direvisi. Maka, payung hukum yang kuat adalah amandemen terbatas. Karenanya pimpinan MPR harus melakukan komunikasi politik dengan kekuatan politik yang ada di MPR, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa dan lain-lain,” tegas Firman.

Hal itu disampaikan politisi Golkar itu dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema: “Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Bentuk Hukum dan Subtansi” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI bersama Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, dan pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis di Gedung MPR RI Senayan Jakarta, Rabu (30/7/2025).

Baca Juga  OJK Dapat Opini WDP, Mekeng DPR: Itu Memalukan!

Lebih lanjut Firman menilai mengingat amandemen itu politik, maka dibutuhkan lobi politik dengan Presiden Prabowo dan seluruh elemen masyarakat. “Mudah-mudahan Ketua MPR RI Ahmad Muzani segera melakukan lobi-lobi politik tersebut saat pidato kenegaraan sekaligus peringatan 80 tahun Kemerdekaan RI pada 18 Agustus mendatang, yang dihadiri Presiden Prabowo di Gedung MPR RI,” ujarnya.

Selama ini kata Firman, MPR RI sudah melakukan kajian-kajian konstitusi tersebut, namun hasilnya hanya sebagai rekomendasi. Sedangkan rekomendasi tidak mempunyai kekuatan hukum. Sehimgga tugas dan fungsi MPR RI saat ini adalah melantik dan memberhentikam Presiden dan Wakil Presiden, serta sosialisasikan 4 Pilar MPR RI (Pancasila, UU.NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika).

Baca Juga  Kampanye Dialogis Terakhir di Kec. Tanjung Sakti, Berlian Jadi Satu-satunya Pasangan Kepercayaan Warga

Dengan demikian menurut Firman, setelah 25 tahun reformasi ini ada semacam kebutuhan kembali dengan hadirnya GBHN/PPHN. Hal itu karena PPHN akan menjamin kesinambungan dan keselarasan pembangunan antara pusat dan daerah, agar Presiden dalam menjalankan tugasnya tetap berpedoman kepada konstitusi dan PPHN. “Agar tidak kebablasan,” tambahnya.

Sementara itu Margarito Kamis, menilai kita salah sejak awal karena menyerahkan mandat pembangunan negara ini kepada satu orang bernama Presiden RI. Padahal bangsa ini menganut sistem gotong royong dan kebersamaan dalam membangun bangsa ini. “Kalau diserahkan kepada satu orang, maka yang terjadi adalah akan banyak oligarki yang mengangkangi proses pembangunan negara ini dengan berbagai kompromi politik yang menguntungkan oligarki tersebut. Sedangkan rakyat tetap hidup susah,” ungkapnya.

Untuk itulah kata Margarito diperlukan PPHN, atau Pokok-Pokok Pembangunan Nasional. Mengapa? Karena konstitusi tidak lain kecuali ada garis besarnya dalam membangun negara ini. “Mengingat MPR sebagai cermin kolektifitas, maka MPR lah yang harus mempelopori terbentuknya PPHN dimaksud, untuk memperkecil ruang Presiden dalam mengendalikan pembangunan agar tetap on the track dalam konstitusi. Jadi, Pak Muzani harus segera mempelopori terbentuknya PPHN itu,” tegas Margarito.

Baca Juga  Ramadan Penuh Kebersamaan, Honda Sumsel Berbagi 1.500 Paket Rendang

Karyono Wibowo memandang sama bahwa pentingnya PPHN tersebut selain untuk mengendalikan tugas Presiden agar tidak kebablasan, juga pasca 25 tahun reformasi ini baru disadari bahwa pentingnya PPHN itu dalam proses pembangunan negara ini. Mengapa harus PPHN? “Seperti ada yang hilang pasca 25 tahun reformasi ini. Sehingga perlu dikaji dan evaluasi secara komprehensif proses demokrasi, sosial ekonomi, politik dan sebagainya,” jelasnya.

Menurut Karyono tentu saja rumusan PPHN itu bukan untuk membatasi kewenangan Presiden RI. Tapi, bagaimana PPHN itu akomodatif terhadap perkembangan zaman dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi. “Presiden juga tidak bisa sendirian dalam membangun banga ini,” pungkasnya. (MM)

 

Komentar