Palembang, Sumselpost.co.id – Workshop bertajuk “Mewujudkan Ratu Sinuhun sebagai Pahlawan Perempuan Nasional dari Sumatera Selatan” digelar di Graha Bina Praja, Pemerintah Provinsi Sumsel, Kamis (24/7/2025).
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah ahli dari berbagai bidang, seperti sejarawan, budayawan, pakar hukum adat dan gender, serta filolog. Mereka membahas secara mendalam tentang asal-usul dan peran historis Ratu Sinuhun, tokoh perempuan dari masa Kesultanan Palembang yang kini diusulkan sebagai pahlawan nasional perempuan pertama dari Sumsel.
Hadir dalam kegiatan ini antara lain Anggota DPD RI Dapil Sumsel dr. Ratu Tenny Leriva, M.M.; Ketua Umum Srikandi TP Sriwijaya Nyimas Aliah, S.E., S.Sos., M.I.Kom.; Ketua Pembina Srikandi TP Sriwijaya Hanna Gayatri; serta Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A., CLA, pakar hukum adat dan gender. Turut hadir juga Sultan Palembang Darussalam SMB IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja, S.H., M.Kn., Kadis PPPA Sumsel Fitriana, budayawan Vebri Al Lintani, dan dosen UIN Raden Fatah Nyimas Umi Kalsum.
Dalam paparannya, Sultan SMB IV Jaya Wikrama mengungkapkan bahwa Ratu Sinuhun adalah sosok perempuan intelektual yang hidup pada masa pemerintahan Pangeran Sido Ing Kenayan (1636–1642). Ia dikenal sebagai tokoh yang turut menyusun Undang-Undang Simbur Cahaya, sebuah kitab hukum adat yang diberlakukan di wilayah uluan Palembang dan menjadi simbol otonomi hukum lokal.
“Simbur Cahaya disusun berdasarkan pengalaman sehari-hari masyarakat dan menjadi hukum adat yang berlaku di luar kota negeri Palembang,” jelas Sultan Fauwaz.
Ratu Sinuhun, menurutnya, bukan hanya mendampingi suaminya dalam pemerintahan, tetapi juga menjadi motor intelektual dalam merumuskan sistem hukum yang adil, khususnya bagi kaum perempuan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa perempuan Palembang kala itu sudah memiliki akses pendidikan dan peran strategis dalam pengambilan keputusan publik.
Dr. Kunthi Tridewiyanti menyatakan bahwa Ratu Sinuhun adalah legislator perempuan yang berani dan visioner. “Beliau bukan hanya pembuat Undang-Undang Simbur Cahaya, tapi juga pejuang keadilan dan kesetaraan gender. Ia berperan dalam menghapus praktik kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual,” ujarnya.
Secara nasab, Ratu Sinuhun memiliki garis keturunan yang tersambung hingga Rasulullah SAW melalui jalur Sayyid. Ia merupakan putri dari Maulana Fadlallah Pangeran Manconegara Caribon dan cucu dari tokoh-tokoh besar Islam di nusantara.
Sejarawan Dr. Kemas Ari Panji menyebutkan bahwa berdasarkan naskah Kiai Gedeng Karang Tengah, Ratu Sinuhun memiliki empat saudara kandung. Ia diperkirakan lahir pada 1597 dan wafat dalam “Peristiwa Jaladeri”, sebuah konflik berdarah yang dipicu oleh intervensi kekuasaan asing dan perpecahan internal.
Dikisahkan, Ratu Sinuhun memilih bertahan di tengah kepungan musuh, berbusana putih, membawa kitab Simbur Cahaya, dan menolak tunduk pada kekuasaan asing yang hendak menyingkirkan hukum adat Palembang. “Jika negeri ini hancur, biarlah hukum ini tetap berdiri. Dan bila aku gugur, biarlah suaraku terus memantul dalam cahaya,” itulah kata-kata terakhir yang dikenang masyarakat.
Budayawan Vebri Al Lintani mengatakan bahwa Ratu Sinuhun telah melampaui zamannya. Ia menembus sekat-sekat budaya patriarkal dan menghasilkan karya monumental. “Ia bukan perempuan biasa. Harapan kita, negara memberi penghargaan tertinggi dengan menjadikannya Pahlawan Nasional,” ujarnya.
Filolog UIN Raden Fatah Palembang, Nyimas Umi Kalsum, menambahkan bahwa Undang-Undang Simbur Cahaya kini telah diakui sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) oleh negara, sebagai bukti kontribusi Ratu Sinuhun terhadap sistem hukum adat di Indonesia.
Dengan berbagai bukti sejarah dan kontribusi intelektual yang luar biasa, perjuangan untuk mengangkat Ratu Sinuhun sebagai Pahlawan Nasional dari Sumatera Selatan terus digelorakan oleh berbagai pihak, terutama Srikandi TP Sriwijaya yang telah mengusulkan nama beliau sejak tahun 2022.
Komentar