Komisi XI DPR: Penyesuaian Tarif Bea Keluar Emas Langkah Strategis Jaga Keberimbangan Harga

Nasional250 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselOst.co.id – Komisi XI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan. Pertemuan ini dalam rangka membahas secara komprehensif arah kebijakan penerimaan negara melalui Bea Keluar Batu Bara, Bea Keluar Emas, serta rencana penerapan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Rapat ini menjadi bagian dari upaya konsolidasi kebijakan fiskal menjelang penyusunan APBN 2026 yang dituntut tetap sehat, kredibel, dan adaptif terhadap dinamika ekonomi global maupun domestik.

RDP berlangsung dengan paparan lengkap mengenai proyeksi APBN 2026, yang menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.153,6 triliun dan belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun, sehingga menghasilkan defisit terjaga di angka 2,68% PDB. Pemerintah menekankan bahwa upaya optimalisasi pendapatan, peningkatan kualitas belanja, serta inovasi pembiayaan perlu dilakukan secara simultan untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan mencapai 5,2% di tahun 2026.

Anggota Komisi XI DPR RI Anna Mu’awanah menilai bahwa penyesuaian tarif Bea Keluar emas merupakan langkah strategis untuk menjaga keberimbangan harga dan mencegah distorsi pasar.

“Harga emas melonjak sangat tajam. Pada kuartal pertama berada pada kisaran Rp 2,8 juta per gram, dan sekarang sudah mendekati Rp 4 juta. Dalam rupiah, kenaikan terjadi dari sekitar Rp 1,6 juta menjadi hampir Rp 3 juta per gram. Jika pemerintah tidak menyesuaikan Bea Keluar, harga emas dalam negeri berpotensi lebih murah dari harga global, dan itu bisa memicu arus keluar emas yang tidak terkendali,” tegas Anna.

Politisi Fraksi PKB menambahkan bahwa kebijakan ini bukan sekadar penyesuaian tarif, tetapi bagian dari kerangka besar hilirisasi mineral dan dukungan terhadap pembentukan ekosistem bullion bank Indonesia, yang akan memperkuat posisi emas sebagai aset strategis dalam negeri.

Selain emas, pemerintah juga memaparkan rencana penajaman Bea Keluar batu bara sebagai bagian dari harmonisasi kebijakan ekspor komoditas energi. Penyesuaian ini diperlukan untuk memastikan pasokan dalam negeri tetap terjaga bagi industri, sekaligus mengoptimalkan nilai tambah dari sektor pertambangan.

Ia menyampaikan bahwa peningkatan pendapatan negara tidak boleh mengorbankan kebutuhan energi domestik. “Harmonisasi Bea Keluar harus tetap mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri dan kewajiban menjaga keberlanjutan fiskal,” ujarnya.

RDP juga mengkaji pengenaan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan mengendalikan konsumsi gula tinggi yang berkontribusi pada penyakit tidak menular.

Anna menegaskan pentingnya pemberian edukasi kepada masyarakat agar tidak salah memahami kebijakan ini. “Jangan sampai muncul persepsi bahwa semua minuman manis dikenai cukai. Yang dikenakan cukai adalah minuman berpemanis yang sudah dalam kemasan dan siap diminum. Bukan minuman manis rumahan seperti yang dijual di warteg,” jelasnya.

Ia menilai bahwa cukai MBDK juga perlu mempertimbangkan daya beli masyarakat, kondisi perekonomian, serta momentum penerapan agar tetap proporsional dan efektif.

Anna Mu’awanah menegaskan bahwa Komisi XI DPR RI mendukung langkah pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2026 yang diproyeksikan mencapai 5,2%. Ia menilai bahwa proyeksi tersebut dapat dicapai apabila pemerintah mampu menjaga defisit pada level sehat dan memperkuat sisi penerimaan tanpa membebani pelaku usaha maupun masyarakat.

“Pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada belanja yang besar, tetapi juga pada kualitas penerimaan yang sehat, terukur, dan berkeadilan. Kebijakan Bea Keluar dan cukai hari ini harus diletakkan dalam kerangka besar pembangunan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan,” pungkasnya. (MM)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar