Komisi VIII DPR: Status Tanah untuk Lokasi Sekolah Rakyat Banyak yang Belum Jelas

Nasional92 Dilihat
banner1080x1080

KARANGASEM,SumselPost.co.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Haeni Relawati menyoroti sejumlah persoalan krusial terkait rencana pembangunan Sekolah Rakyat saat mengikuti kunjungan kerja Komisi VIII ke Kabupaten Karangasem, Bali. Kunjungan kerja ini dilakukan untuk mengecek kesiapan lokasi sekaligus menilai sejauh mana koordinasi pemerintah daerah dan kementerian terkait dalam mempersiapkan program pendidikan itu.

Dalam kesempatan tersebut, Haeni menyoroti adanya ketidaksesuaian antara data dan paparan yang disampaikan dalam pertemuan yang dilakukan Komisi VIII beserta stakeholder terkait, terutama mengenai  status lahan yang akan digunakan sebagai lokasi sekolah rakyat.

“Di banyak daerah, termasuk Karangasem, status tanah untuk rencana lokasi sekolah rakyat belum clean and clear. Di sini ada surat gubernur mengenai alih status sebagian lahan SMKN Karangasem, tetapi dalam paparan tadi lokasi itu tidak memenuhi target minimal dan masih membingungkan,” ujar Haeni di Karangasem, Provinsi Bali, Rabu (26/11/2025).

Selain itu, Haeni juga mencatat bahwa proses hibah lahan banyak yang belum sesuai regulasi. Pemerintah daerah rata-rata belum mengajukan persetujuan ke DPRD sebagaimana diwajibkan. Padahal, kepastian lahan menjadi syarat utama sebelum pembangunan fisik dapat dimulai.

“Alokasi anggaran dalam APBN 2026 baru mencakup persiapan manajemen konstruksi dengan nilai lebih dari Rp4 miliar, sehingga belum menyentuh pembangunan infrastruktur secara penuh,” ungkapnya.

Ia berharap, pembangunan fisik dapat dimulai pada 2026 sesuai arahan Menteri Sosial. Bahkan, targetnya pada 2027 infrastruktur dan ekosistem Sekolah Rakyat sudah dapat berdiri dengan lengkap, dengan melibatkan Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, serta Kemendiknas.

Di sisi lain, persoalan sumber daya manusia juga belum terselesaikan. Haeni juga menyoroti kondisi beberapa sentra yang sementara digunakan sebagai lokasi belajar. Ia mencatat bahwa satu sentra kerap menampung berbagai layanan sekaligus, mulai dari ODGJ, lansia, hingga kegiatan pendidikan sekolah rakyat. Menurutnya, model ini ideal untuk pembelajaran sosial, tetapi berpotensi menjadi tantangan apabila peserta didik belum siap secara mental.

“Sudah hampir satu tahun Presiden memerintahkan Kemensos untuk mengoordinasikan program ini, tetapi perkembangan kolaborasi dan koordinasinya belum signifikan,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa Komisi VIII sejak awal telah memperingatkan soal risiko lokasi, termasuk kedekatan Karangasem dengan kawasan rawan letusan Gunung Agung.

Menutup keterangannya, Haeni menyampaikan bahwa pemerintah pusat perlu realistis melihat kesiapan daerah. Jika banyak daerah tidak mampu menyediakan lahan minimal 5 hektare, maka opsi pinjam pakai sebagaimana instruksi awal Menteri Sosial bisa menjadi solusi sementara.

“Contohnya di Tangerang, menyediakan lahan 5 hektare saja sulit, apalagi lebih. Jadi perlu ada fleksibilitas agar program ini tetap berjalan,” pungkasnya. (MM)

Komentar