Komisi VI DPR: Indonesia Negara Maritim, Kebutuhan Kapal Nasional Harus Diproduksi dari Dalam Negeri!

Nasional186 Dilihat
banner1080x1080

SURABAYA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, menegaskan bahwa kebutuhan kapal nasional mencapai ratusan unit dengan nilai potensial hingga Rp1.320 triliun. Meskipun demikian, tegasnya, kalau semua dibeli dari luar negeri, maka duit negara akan lari triliunan rupiah.

“Ini harga mati bagi negara maritim seperti Indonesia. Mulai sekarang, sekecil apapun pesanan kapal BUMN atau pemerintah harus dari dalam negeri,” tegas Nevi, dalam pertemuan Komisi VI dengan Direktur Utama PT PAL Indonesia Kaharuddin Djenod dan manajemen PT PELNI, di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (22/11/2025).

Selain itu, Politisi Fraksi PKS ini mendorong adanya target minimal TKDN 40 persen, sinergi antar-BUMN maritim (PT PAL, PELNI, Pelindo), serta kerja sama dengan industri swasta nasional untuk memproduksi seluruh komponen kapal, termasuk yang memerlukan sertifikasi khusus.

Menyambut baik dukungan Komisi VI, Dirut PT PAL Kaharuddin Djenod memaparkan data yang semakin mempertegas urgensi kebijakan tersebut. Menurut Kaharuddin, jika kebijakan hanya terkait bangun kapal di dalam negeri, tetapi komponen 100 persen impor, maka dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi hanya 0,09 persen.

Namun, jika kebijakan dilengkapi dengan pembangunan industri pendukung dalam negeri secara menyeluruh, dampaknya melonjak menjadi 1,2 persen terhadap PDB nasional.

“Kesenjangan itu sangat besar. Dari 0,09 persen menjadi 1,2 persen. Itu sebabnya kami sedang menyusun konsep besar di bawah arahan Menteri Pertahanan dan perintah langsung Bapak Presiden Prabowo Subianto,” kata Kaharuddin.

Ia mencontohkan program Pertamina yang akan membangun 105 kapal tanker dalam 10 tahun ke depan. Presiden telah memerintahkan seluruhnya dibangun di dalam negeri melalui PT PAL. Kaharuddin menjelaskan, dengan menyeragamkan desain (misalnya mesin 12.000 hp), cukup 50 unit kapal saja sudah mencapai skala ekonomi untuk mendirikan pabrik mesin kapal di Indonesia.

“Kalau hanya 20 unit mesin dibutuhkan untuk 50 kapal itu, sudah cukup untuk membangun pabrik mesin berkapasitas besar. Begitu juga program hilirisasi nikel Presiden untuk kapal tanker stainless steel dan kapal listrik yang kemarin dibahas dengan delegasi Rusia — semuanya akan kami koordinasikan agar komponennya diproduksi di dalam negeri,” tambahnya.

Kaharuddin menegaskan PT PAL tidak ingin sekadar menjadi “koordinator proyek besar” demi kontrak, melainkan membangun ekosistem industri maritim yang mandiri, termasuk transfer teknologi dan peningkatan kapasitas SDM nasional.

Nevi Zuairina menyatakan Komisi VI akan terus mengawal kebijakan ini, termasuk memastikan harmonisasi regulasi lintas kementerian agar target 1,2 persen pertumbuhan ekonomi dari industri maritim nasional dapat tercapai pada periode pemerintahan saat ini.

“Kita punya potensi pasar yang sangat besar untuk ketahanan pangan, energi, dan pertahanan. Saatnya uang negara berputar di dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” pungkas Wakil Rakyat dari Dapil Sumbar II ini. (MM)

Komentar