Komisi IV DPR: Bulog dan Modernisasi Teknologi Pertanian Berperan Peting untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

Nasional198 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, menekankan fokus utama komisi IV DPR adalah memperkuat ketahanan pangan melalui berbagai program strategis. Termasuk, subsidi pupuk, benih yang berkualitas, pembangunan lumbung pangan, pengelolaan stok beras oleh Bulog, distribusi, dan lain-lain melalui RUU Pangan, untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan pemerintah yang dianggarkan Rp164,414 triliun dari APBN 2026.

Demikian disampaikan Panggah dalam dialektika demokrasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekeja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI ‘Mengupas Salah Satu Point pada RAPBN 2026: Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional’ bersama pemerhati pertanian dari PERHEPI, Khudori ⁠di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (21/8/2025).

“Ujung tombak dari ketahanan pangan salah satunya adalah peran Bulog. Transformasi lembaga ini dari BUMN menjadi lembaga pemerintah sedang berproses, dan masih banyak hal yang harus diselesaikan agar target pemerintah, seperti stok beras minimal 3-3,7 juta ton dan harga gabah kering panen Rp6.500 per kilogram, itu tercapai,” tegas Panggah.

Selain peran Bulog lanjut politisi Golkar itu, Komisi IV DPR menekankan pentingnya distribusi pupuk yang tepat jenis, jumlah, waktu, dan harga untuk meningkatkan produktivitas pertanian. “Meski kontribusi pupuk terhadap biaya produksi sekitar 20–25 persen, pemupukan yang tepat itu sangat menentukan keberhasilan hasil panen,” kata Panggah.

Menurut dia, kalau masalah bibit dan pemanfaatan lahan juga harus mendapat perhatian serius di tengah tergerusnya laham pertanian oleh industri, properti, dan lain-lain. Sebab, bibit unggul dan lahan subur itu strategis maka tidak ada salahnya kalau pemerintah melibatkan TNI/Polri demi target pangan tersebut.

Karena itu kata Panggah, perlunya perlindungan lahan-lahan subur di Jawa khususnya, yang saat ini mulai berkembang di Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan, Papua dan daerah lainnya. “Langkah itu juga harus dibarengi dengan pengembangan modernisasi pertanian agar generasi muda mau kembali menyintai pertanian. Faktor teknologi, efisiensi, pemasaran, dan keuntungan yang memadai akan menjadi daya tarik agar pertanian menjadi pekerjaan yang menjanjikan bagi generasi mendatang,” ungkapnya.

Itulah antara lain yang menjadi pokok-pokok fokus Komisi IV DPR. Dengan dukungan anggaran dan kebijakan yang tepat, Panggah yakin ketahanan pangan dapat terwujud secara optimal.

Dalam RAPBN 2026, anggaran ketahanan pangan mencapai Rp164,414 triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk beberapa program, antara lain pembangunan lumbung pangan dan cadangan pangan Rp33 triliun.

Kemudian, subsidi pupuk Rp46,9 triliun untuk pengadaan 9,62 juta ton pupuk, dan Rp22,7 triliun untuk menjaga stok dan stabilisasi harga serta melindungi petani.

Ketika ditanya saat seolah-olah mengembalikan sentralisasi pertanian karena langsung melibatkan pemerintah pusat, sehingga kepala daerah seolah-olah tidak dilibatkan lagi sejalan dengan otonomi daerah, Panggah mengatakan bahwa selama ini memang tidak berjalan. “Bahkan soal bibit dan pupuk yang cocok, hama yang bisa gagalkan panen, jumlah lahan dan petani di daerah dan sebagainya itu tidak akurat. Maka tidak masalah kalau ada intervensi dari pusat,” pungkasnya.

Sementara itu Khudori mengakui kalau target pembangunan itu sekarang lebih riil dengan anggaran Rp164,414 triliun tersebut bisa membangun ketahanan pangan, tapi harus diimbangi dengan produktivitas, harga yang terjangkau, dan kesejahteraan petani. Hanya saja dari program-programnya sepertinya tidak singkron, tidak linier, tidak kompatibel. Misalnya bagaimana caranya pemerintah meningkatkan produktivitas karena kalau kita cek dari data pada 7 hingga 8 tahun terakhir ini produktivitas hanya bisa digenjot kalau ada terobosan teknologi dan inovasi.

“Sayang dalam program-program ini tidak ada. Buktinya BUMN, PT Sang Hyang Seri (Persero) atau juga dikenal dengan SHS, itu kini tidak lagi memproduksi benih secara normal. Pertanyaannya kalau BUMN itu tidak memproduksi benih lagi, dan kalau benihnya tidak bagus, bagaimana bisa berharap produktivitasnya bagus? Juga Bulog harus diberi anggaran yang cukup untuk operasi pasar berikut menstabilkan harga. Kalau hanya Rp22,7 triliun Bulog tetap akan menjadi operator saja, Bulog butuh sekitar Rp45 triliun ,” tambah Khudori. (MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar