BATAM,SumselPost.co.id – Komisi III DPR RI menilai revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus memuat mekanisme penyelesaian perkara yang lebih modern. Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, menyebut dua hal penting yang perlu diperkuat, yakni restorative justice (RJ) dan plea bargaining.
Diketahui, plea bargaining adalah praktik negosiasi dalam sistem hukum pidana antara jaksa penuntut umum dan terdakwa (atau pembelanya), di mana terdakwa setuju untuk mengaku bersalah atas suatu pelanggaran dengan imbalan hukuman yang lebih ringan atau dakwaan yang lebih ringan. Sistem ini bertujuan mempercepat proses peradilan dan menjamin kepastian bersalah, dengan kesepakatan tersebut harus disahkan oleh hakim untuk memastikan prosesnya sukarela dan adil.
Sedangkan, Restorative justice atau keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan penyelesaian perkara pidana yang menekankan pada pemulihan hubungan sosial dan rekonsiliasi antara pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat melalui dialog dan mediasi, bukan hanya pada pembalasan atau pemidanaan formal. Tujuannya adalah agar pelaku bertanggung jawab, korban mendapatkan pemulihan, dan masyarakat dapat kembali pada keadaan semula, yang difasilitasi oleh pihak netral.
Menurutnya, kedua mekanisme itu bisa menjadi opsi untuk mengurangi beban persidangan serta memberikan kepastian hukum yang lebih cepat kepada masyarakat.
“Ke depan kita ingin mengurangi orang masuk persidangan. Restorative justice bisa jadi jalan, dan plea bargaining bisa menjadi opsi lain bagi aparat penegak hukum agar proses lebih sederhana dan memberikan kepastian,” kata Gilang kepada Parlementaria dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (22/8/2025).
Gilang menjelaskan, dalam kunjungan kerja tersebut Komisi III DPR RI mendengarkan masukan dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga BNN. Semua pihak diminta memberi pandangan agar UU KUHAP baru bisa disusun secara komprehensif dan aplikatif.
Ia menekankan, sinergi antar-aparat penegak hukum sangat diperlukan agar UU KUHAP baru tidak hanya ideal secara konsep, tetapi juga harmonis dalam praktik. “Yang paling penting adalah kerjasama APH di lapangan. Dengan begitu, masyarakatlah yang akan mendapat manfaat terbesar UU KUHAP baru ini,” pungkasnya. (MM)
Komentar