DPR: Revisi UU Penyiaran, Tugas Baru KPI Awasi Media Baru, Medsos, Podcast

Nasional823 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menegaskan jika revisi UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sudah selesai di Badan Legislasi (Baleg), tinggal diserahkan ke pimpinan DPR RI untuk disetujui di paripurna, dan selanjutnya RUU Inisiatif DPR ini akan dibahas bersama pemerintah. Revisi ini dibutuhkan untuk mengawasi media baru (media sosial, podcast, dan sebagainya) yang selama ini lepas kontrol dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

“Nanti tugas untuk mengawasi media baru itu adalah KPI. Sehingga tidak perlu lembaga baru. Hal itu dibutuhkan, karena dalam draft UU yang lama sudah tidak relevan lagi mengantisipasi kondisi saat ini, dan diselesaikan oleh omnibus law ciptaker. Jadi, tidak ada isu krusial selain ruang digital yang berkembang secara masif dan luas sekarang ini, maka UU Penyiaran itu harus direvisi. Revisi sudah dilakukan sejak 2012, tapi belum selesai,” tegas Abdul Kharis Almasyhari.

Baca Juga  Budiman: Ruqyah Syar'iyyah Bukan Hanya Identik Kepada hal-hal Ghoib yang Menakutkan

Demikian disampaikan politisi PKS itu dalam diskusi forum legislasi “Revisi UU Penyiaran Ciptakan Iklim Siaran Mengedukasi Masyarakat” bersama anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi, Komisioner KPI Evru Rizqi Monarshi dan Praktisi Media Daniel al Arifaini di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, pada Selasa (8/8/2023).

DPR kata Almasyhari, sudah meminta masukan dari para pakar, masyarakat, dan daerah-daerah yang selama dua tahun ini, sudah selesai bersamaan dengan data pribadi dan UU ITE. Menurutnya, RUU Penyiaran ini akan selesai dalam masa sidang ini. “Bahwa pentingnya ada kesetaraan UU Penyiaran terhadap media baru yang tidak menggunakan izin dan malah bebas siar, streeming, dan sebagainya,” ungkapnya.

Baca Juga  Dinilai Cocok Untuk Perjalanan Bisnis dan Wisata, Sultan Minta Tiket KCIC Tidak Disubsidi

Bobby juga menyambut baik RUU Penyiaran ini, agar masyarakat dapat menyaring informasi yang berkualitas, mendapat edukasi, dan pengetahuan serta mampu menumbuhkan motivasi untuk mendapatkan ide untuk meningkatkan kesejahteraan masing-masing.”Kompleksitas zaman dengan berkembangnya digitalisasi yang masif saat ini, agar masyarakat mendapat edukasi sekaligus meningkatkan kesejahteraanya,” ungkapnya.

Efru mengakui jika kewenangan KPI belum menyentuh perkembangan digitalisasi saat ini, sehingga KPI tidak bisa bebruat banyak untuk media baru atau media sosial tersebut. “Kami minta Komisi I DPR untuk segera menyelesaikan RUU Penyiaran ini, karena membahayakan masyarakat, khususnya anak-anak. Revisi UU ini diharapkan memperkuat KPI ke depan, agar Indonesia lebih baik. Dan, media mainstrem bisa untuk mengonfirmasi dan koreksi terhadap media baru tersebut,” jelasnya.

Baca Juga  Respon Penyetaraan Harga Alkes dan Obat, Muhaimin: Harusnya Gratis!

Sementara itu, Daniel menilai saat ini banyak orang yang merasa populer langsung menjadi wartawan dadakan melalui media baru tersebut, tanpa seleksi sebagai wartawan, tanpa izin siar, dan sebagainya sebgaimana dilakukan media resmi lama dengan izin dan syarat yang cukup lengkap dari Kemenkominfo RI, Kemenkumham RI, dewan pers, pemerintah, dan lain-lainnya. “Media baru itu juga membahas berbagai masalah sosial politik, ekonomi, agama, dan lainnya tanpa kontrol dan tanggung jawab kepada siapa? Juga bisa bebas terima sponsor, iklan dan lain-lain,” katanya kecewa.(MM)

Komentar