JAKARTA,SumselPost.co.id – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo dan Johan Rosehan mendesak aparat pemegak hukum mengusut tuntas Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut di Tangerang dan di wilayah lain di Indonesia, karena hal itu jelas merupakan prmbangkangan dan melawan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kalau Presiden Prabowo sudah memerintahkan TNI AL berarti sudah darurat. Sehingga kementerian KKP (Kelautan dan Perikanan, Bakamla, Polisi Air dan lain-lain yang terkait, tidak boleh main-main dengan perintah Presiden RI sebagai Panglima Tertinggi NKRI ini,” tegas politisi fraksi Partai Golkar ini.
Hal itu disampaikan Firman Subagyo dalam dialektika demokrasi, “Polemik Pagar Laut, Langkah Pemerintah Dinilai Tepat dengan Langsung Membongkar Pagar Laut” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bersama anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Firman lebih lanjut mengatakan bahwa dalam kajian Amdal tahun 2009 silam, upaya penerbitan SHM dan SHGB itu ditolak, karena bertentangan dengan semua aturan perundang-undangan. Dan, kini muncul lagi. Padahal, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengubah UU No.27 tahun 2007, bahwa laut tidak bisa disertifikasi dalam bentuk apapun, sehingga negara berkewajiban menjaga kedaulatan laut sebagai bagian dari kedaulatan NKRI.
Demikian pula dengan pulau-pulau di wilayah terpencil. Apalagi pagar laut sepanjang 30,16 Km itu sama dengan setengahnya jalan tol Jagorawi sepanjang 60 Km. “Selama ini KKP kemana kok terkesan membiarkan pemagaran laut tersebut. Yang aneh malah nelayan mengaku pagar itu untuk menahan abrasi. Ini kan tidak masuk akal. Maka, wajar kalau Komisi IV DPR saat Raker dengan KKP beberapa waktu lalu terkesan marah atas pembiaran itu,” ungkapnya.
Karena itu, Firman minta media juga mendukung penuntasan pagar laut ini secara hukum hingga tuntas. “Jangan hanya selesai sampai pada pencabutan pagar laut. Tapi, pemberi SHM dan SHGB itu siapa sebenarnya yang menjadi aktor intelektualnya? Kalau sampai menteri terlibat, maka layak direshuffle,” tambahnya.
Setidaknya penuntasan kasus pagar laut yang memanjang di seluruh Indonesia ini akan menjadi pembatas rezim antara Mulyono dan Prabowo. Sebab, penyalahgunaan SHM dan SHGB itu bukan saja fisik, tapi telah merampas hak-hak nelayan dan menghambat ekonomi rakyat akibat monopoli dan privatisasi hak publik, sehingga sanksinya harus perampasan aset. “Yang mendukung pagar laut berarti menolak Asta Cita Presiden Prabowo,” jelas Johan Rosehan.
Munculnya pagar laut ini seolah mengingatkan begitu banyaknya yang merasa menjaga laut seperti KKP, Bakamla, Polisi Air, TNI AL, dan lain-lain, dan ternyata tidak ada yang berkutik dan malah terdiam dengan adanya pemasangan pagar laut tersebut.
“Jadi, saat ini tidak ada orang atau kelompok mana pun yang perlu ditakuti. Apalagi oligarki itu. DPR dan rakyat siap melawan. Bahkan masyarakat Banten siap revolusi. Maka, jangan main-main, dimana pagar laut ini sebagai puncak gunung es dari ketidaksinergian kementerian dan lembaga selama ini,” kata Rosan.
Dengan demikian kesimpulan raker Komisi IV DPR agar dilakukan investigasi oleh KKP berkoordinasi dengan lembaga terkait dalam penegakan hukum. “Hasilnya, KKP akan melaporkan pada Raker mendatang,” pungkas politisi dari Fraksi PKS ini. (MM)
Komentar