DPR: Caleg 2024 Masih Didominasi Kaum Pemodal dan Keluarga Pejabat

Nasional893 Dilihat

JAKARTA,SumselPost.co.id – Kuota 30% perempuan dalam pencalonan sebagai wakil rakyat ternyata tidak mudah. Selain kuota itu masih tidak terpenuhi, juga tantangan sekaligus menjadi dilema bagi calon anggota legislatif (Caleg) perempuan adalah maraknya money politik dalam pesta demokrasi yang digelar setiap lima tahun itu.

Belum lagi bicara keterwakilan, kualitas, integritas, keilmuwan, komitmen dan wawasan kebangsaan, caleg perempuan juga harus menghadapi berita hoaks yang mendiskriditkan perempuan, kekerasan gender berbasis online, dan apatisme pemilih terhadap afirmatif action.

Dimana dalam pemilu 2019 lalu terdapat 17.503.000 surat suara yang tidak dicoblos, kosong, dan itu bisa disalahgunakan oleh orang atau kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab.
“Itulah tantangan perempuan dalam politik. Karena itu dibutuhkan siatem agar perempuan yang berkualitas bisa berperan dengan baik dalan politik,” kata Hj. Himmatul Aliyah.

Baca Juga  Membina 400 UMKM, Krisdayanti: UMKM Butuh Dukungan Pemerintah Pusat dan Media

Hal itu disampaikan anggota Komisi X DPR RI dari fraksi Gerindra itu dalam dialektika demokrasi “Kuota Keterwakilan Perempuan dalam Politik di Kawasan” bersama Anggota BKSAP DPR RI Puteri Anetta Komarudin (Golkar), Sekjen Kaukus Parlemen Indonesia Luluk Nur Hamidah (FPKB), pengamat politik dari Perludem Titi Anggraini, dan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Himmatul Aliyah mengakui jika kuota 30% perempuan di Indonesia itu masih rendah (21%) yakni belum terpenuhi di parlemen, dibanding negara-negara di dunia. Apalagi selama ini yang melenggang ke Senayan ini, masih didominasi mereka dari keluarga pejabat dan pengusaha. “Jadi, mereka yang aktifis, akademisi dan kelompok masyarakat yang berkualitas masih mengalami kesulitan. Inilah yang mengharuskan pentingnya regulasi yang pro rakyat dimaksud,” ujarnya.

Baca Juga  PPP Raih  Penghargaan Peduli Dunia Pendidikan dan Aspirasi Ummat, Amir Uskara: Ini Motivasi Guna Mengukur Kerja Politik

Putri Komaruddin juga menegaskan jika keterwakilan perempuan masih 21% itu memang jauh dari harapan. Namun, patut berbangga Indonesia menjadi tuan rumah AIPA dan dalam sidang umum ini pihaknya akan memperjuangkan kesetaraan gender tersebut.

Titi Anggraini berharap pasal 28 H ayat 2 UUD NRI 1945 yang memberikan afirmasi setiap orang dapat kemudahan untuk mencapai kebersamaan dan keadilan. Tapi, kalau
cara pandang pemilih tidak berubah, ditambah lagi komitmen KPU juga turun karena kuota itu berubah dengan bulatan 30% ke bawah, ini tidak fair. “Peraturan KPU inilah yang saya gugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal pemilih perempuan lebih banyak 127.188 jutaan lebih dibanding lelaki yang 127 juta,” ungkapnya.

Baca Juga  FEB UI Sebut Indonesia Gagal Jadi Negara Maju 2045, Sultan: Dibutuhkan Transformer Ekonomi

Menurut Titi, tantangan perempuan masih besar. Bahkan dalam pemilu 2024 mendatang masih harus menghadapi politik uang, berita hoaks pemilu yang mendiskriditkan perempuan, kekerasan gender berbasis online, dan apatisme pemilih, sehingga dalam pemilu 2019 lalu ada 17.503.000 tidak sah, dibiarkan kosong. “Masyarakat lebih peduli Pilpres daripada pileg,” katanya kecewa.

Yang pasti kata Mike, pihaknya akan terus berjuang untuk kesetaraan gender ini, hingga kuota 30% itu terpenuhi. “Orang bisa saja bilang masalah ini terus-menerus didiskusikan. Kenapa? Karena amanah UU itu belum terpenuhi. Jadi, untuk caleg perempuan aktifis masih ngeri-ngeri sedap di pemilu 2024 ini,” tambahnya.(MM)

Komentar