Demi Kedaulatan Pangan, Komisi IV DPR: RUU Pangan 2025 Ditargetkan Rampung Juni 2026

Nasional204 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id — Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menegaskan percepatan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pangan sebagai bagian dari prioritas legislasi nasional (Prolegnas) 2025 ditargetkan tuntas pada Juni 2026, seiring dorongan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan dan swasembada pangan nasional.

Hal itu disampaikan Andul Kharis dalam Forum Legislasi bertajuk “RUU Pangan: Arah Baru Regulasi untuk Kemandirian Pangan Indonesia”, yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Ruang Command Center, Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025), bersama anggota Panja RUU Pangan Daniel Johan (FPKB),
Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani, dan pengamat pertanian dari CORE, Eliza Mardian.

Lebih lanjut Abdul Kharis menjelaskan bahwa Komisi IV DPR RI mendapat dua mandat sekaligus pada Prolegnas 2025, yanii revisi UU Pangan dan revisi UU Kehutanan. Menurutnya perkembangan terbaru proses penyusunan naskah akademik regulasi pangan tersebut sejak awal periode kerja pada Desember–Januari, Komisi IV DPR RI bersama Badan Keahlian (BK) DPR RI menggelar serangkaian diskusi awal untuk menentukan arah perubahan kebijakan.

“Proses penyusunan naskah akademik dilakukan dengan melibatkan pakar kampus, akademisi pangan, hingga ahli kehutanan. Kami memanggil pakar, bukan sekadar mengatasnamakan kampus, tetapi mereka yang benar-benar ahli di bidang pangan. Untuk itu, kami membuka ruang masukan publik, termasuk menyesuaikan dinamika isu terbaru seperti kisruh tata kelola lahan di Sabang dan Batam,” jelas politisi PKS ini.

Menurut Kharis pentingnya ketahanan pangan sebagai faktor penentu stabilitas nasional. Sebab, risiko gejolak sosial jika pasokan beras terganggu meski hanya dalam hitungan hari. “Kalau empat hari saja tidak ada beras, negara pasti ribut. Ketahanan pangan jebol berarti ketahanan negara juga jebol,” ungkapnya.

Daniel Johan menjelaskan poin penting dari arah baru regulasi RUU Pangan ini untuk pengendalian pangan menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan, yaitu adanya ketidakpastian ekonomi, perubahan iklim, pandemi, geopolitik yang menurunkan produksi pertanian dan masih ada 62 dari 514 kabupaten kota yang masuk dalam kategori rentan pangan sebesar 12,06%, food loss hingga 23-40 juta tahun yang mengakibatkan kerugian ekonomi Rp231 hingga Rp551 triliun per tahun hanya dari food loss dan lain-lain.

Karena itu kata dia revisi UU ini terdiri dari aspek geografis bahwa pangan merupakan hak dasar yang menjadi amanat konstitusi Pancasila dan UUD NRI 1945, adanya penegasan hidup pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kualitas.

“Sedangkan aspek sosiologisnya untuk agenda mewujudkan kemandirian pangan akan memghadapi tantangan perubahan iklim penurunan luas lahan pertanian yang menyusut sampai hampir 700.000 hektare sehingga terjadi rawan pangan, data yang tidak sinkron dan kombinasi berbagai macam pangan yang masih lemah. Seperti pengembangan teknologi produksi, pemerintah wajib melindungi dan mengembangkan lahan air dan penyuluh, distribusi, ketersediaan pangan, serta hal-hal yang dapat menghambat daya beli masyarakat,” kata Daniel.

Ahmad Rizal Ramdhani mengatakan saat ini beras surplus 3,8 juta ton. Hal itu .karena Bulog langsung beli gabah dari petani saat panen Rp6.500 per kilogram, dan dibantu oleh Babinsa yang juga langsung memantau di setiap desa. “Mereka ini punya grup WA saling komunikasi di desa mana yang siap panen dan berapa hektare. Demikian pula saat proses menjadi beras juga melibatkan masyarakat. Kita ingin petani dan konsumen dari Sabang hingga Merauke sama-sama senang,” tambahnya.

Menyinggung impor 250 ribu ton beras di Sabang, Aceh dan 40.4 ribu ton beras di Batam, Ahmad Rizal menilai hal itu jelas mencederai kedaulatan pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo, yang telah disampaikan di New York pada Sidang Tahunan PBB Oktober 2025 lalu. Makanya Presiden berharap Bulog menjadi bagian dari upaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional ini.

Sementara itu menurut Eliza Mardian masih banyak masalah pangan yang harus dibemahi seirimg dengan pertumbuhan ekonomi yang masih melambat. Apalagi jika dibandingkan Vietnam, Argentina dan China, pangan Indonesia masih biasa-biasa saja atau upper middle. “Itu baru soal beras. Belum jagung, kedelai, bawang merah dan putih, cabe, telur dan holtikultura lainnya, agar tidak setiap peringatan hari besar agama dan nasional, atau terjadi perubahan iklim tidak terjadi gejolak harga dan memastikan ketersediaan pangan,” ungkapnya. (MM)

Komentar