Baleg: Perkuat Kedudukan melalui UU, Status BPIP Tidak Lagi Dibentuk Melalui Perpres

Nasional236 Dilihat
banner1080x1080

JAKARTA,SumselPost.co.id — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abidin Fikri menegaskan perlunya penguatan sejumlah hal mendasar dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama perwakilan KWI, MUI, PGI, PHDI, PBNU, PP Muhammadiyah dan Al Washliyah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Dalam forum itu, Abidin menekankan bahwa seluruh unsur masyarakat yang hadir memiliki kesepahaman bahwa status lembaga BPIP perlu ditingkatkan dari Peraturan Presiden menjadi Undang-Undang.  “Ada beberapa hal yang menjadi catatan kami, bahwa RUU ini memang berdasarkan usulan Bapak dan Ibu harus ditingkatkan kedudukannya melalui undang-undang,” ujarnya.

Abidin menjelaskan, peningkatan status hukum BPIP menjadi penting untuk memperkuat legitimasi lembaga dalam melakukan pembinaan ideologi Pancasila di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, perubahan ini merupakan aspirasi bersama lintas organisasi keagamaan yang hadir.

“Undang-undang yang nanti diputuskan DPR berkaitan dengan pembinaan ideologi Pancasila harus ditingkatkan status hukumnya dari Perpres menjadi undang-undang,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Ia juga menekankan bahwa BPIP tidak seharusnya ditempatkan dalam struktur sebagai cabang eksekutif. Ia mendorong agar BPIP tetap bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi dalam kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan.

Selain itu, Abidin mengingatkan bahwa BPIP ke depan tidak boleh menjadi lembaga pemegang tafsir tunggal atas Pancasila. Menurutnya, lembaga ini harus tetap bersifat inklusif dan melibatkan seluruh komponen bangsa.

“Catatan penting berikutnya adalah bahwa BPIP tidak menjadi lembaga superbody yang men-judge mana yang Pancasila, mana yang bukan. Ini harus kita hindari,” tegasnya.

Selain itu, ia memastikan pembahasan RUU akan tetap melibatkan partisipasi publik secara bermakna (meaningful participation).  “Ini tentu akan dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa,” tambahnya.

Sebelumnya, Abidin menyoroti pentingnya memahami bahwa agama tidak bertentangan dengan Pancasila, bahkan menjadi spirit yang menguatkan nilai-nilai Pancasila.

“Agama bukanlah hambatan atau musuh Pancasila, tetapi senafas dan sejalan dalam mengokohkan nilai-nilai Pancasila bagi bangsa,” ucapnya merespons paparan para tokoh lintas agama.

Ia juga mengingatkan bahwa ancaman terhadap Pancasila justru datang dari ideologi-ideologi lain seperti komunisme, marxisme, dan paham ekstrem lain yang tidak sejalan dengan fundamental nilai Pancasila.

Abidin menyampaikan apresiasi kepada perwakilan KWI, MUI, PGI, PHDI, PBNU, PP Muhammadiyah, dan Al Washliyah yang memberikan masukan secara langsung beserta dokumen pendukung. Seluruh masukan tersebut, kata Abidin, akan menjadi panduan Baleg dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) RUU BPIP.

“Buku dan bahan dari PBNU, dari MUI, dari KWI, dari PGI semuanya sudah kami terima. Ini akan kami lanjutkan dalam pembahasan berikutnya di Panja. Insya Allah dalam masa sidang ini bisa kita selesaikan,” ungkapnya.

Menanggapi penyampaian Abidin, Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung menegaskan bahwa peningkatan status BPIP menjadi Undang-Undang merupakan kebutuhan mendesak agar lembaga tersebut memiliki wibawa yang sepadan saat berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Menurut Martin, BPIP yang masih berdiri berdasarkan Perpres membuat hubungan kerja dengan pemerintah daerah kurang kuat secara fatsun politik.

“BPIP berdiri berdasarkan Perpres, sedangkan Pemda berdiri berdasarkan Undang-Undang, sehingga komunikasi dan kerja sama menjadi kurang greget,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa lembaga negara yang kuat umumnya dibentuk berdasarkan UUD atau Undang-Undang. “Karena itu, menaikkan status BPIP menjadi Undang-Undang merupakan alasan yang sangat rasional,” kata Martin. (MM)

 

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar