JAKARTA,SumselPost.co.id– Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, mengatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sebagai bencana tahunan perlu ditangani secara sistemik dan lintas sektoral. Untuk itu, ia mendorong pembentukan lembaga khusus, setingkat menteri seperti IBAMA di Brasil untuk memperkuat penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup secara terintegrasi.
“Kebakaran hutan itu sudah seperti Lebaran dan Tahun Baru. Selalu datang tiap tahun. Artinya, ini konsekuensi logis dari posisi Indonesia sebagai negara tropis dengan hutan paling luas ke-4 di dunia,” tegas Firman.
Hal itu disampaikan politisi Golkar itu dalam dialektika demokrasi, “Mendorong Penguatan Penanganan dan Pencegahan demi Menekan Penyebaran Karhutla” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, bersama anggota Komisi IV DPR RI Riyono, dan Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat BNPB, Agus Riyanto, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Lebih lanjut Firman mengatakan bahwa pendekatan penanganan karhutla tak cukup hanya mengandalkan pemadaman. Sehingga, pencegahan sejak awal melalui perencanaan terpadu dan edukasi kepada masyarakat desa perlu diutamakan. Menurutnya, dana desa bisa dimanfaatkan untuk mendukung pengamanan hutan melalui skema perhutanan sosial.
“Namun, fungsi pengawasan harus diperkuat, masyarakat perlu dilibatkan dan diedukasi untuk kesadaran kelestarian hutan. Sebab, selama ini, edukasi minim. Akibatnya, mereka mudah diprovokasi oleh pelaku usaha yang membuka lahan dengan cara ilegal, termasuk dengan melakukan pembakaran,” kata Firman.
Selain itu, Firman menyinggung lemahnya penegakan hukum dalam kasus karhutla. Aparat penegak hukum, bahkan personel kehutanan, sering kali ragu menindak pelaku karena harus berhadapan dengan oknum berseragam hijau, cokelat, dan politisi daerah.
“Ketika saya kunjungan kerja, ada yang mengaku pelaku pembakaran liar disuruh oleh oknum berseragam. Ini problem struktural. Bagaimana mungkin polisi kehutanan berani bertindak kalau lawannya punya senjata dan kekuasaan politik?” ujarnya kecewa.
Firman menilai peran Badan Nsional Penanggulangan Bencana (BNPB) terlalu luas dan berat. “Banjir BNPB, kebakaran hutan BNPB, bahkan sawah kebanjiran pun BNPB. Tapi, mereka tidak punya cukup alat, SDM, teknologi, dan anggaran yang memadai,” jelas Firman.
Sebagai solusi, ia menawarkan pembentukan lembaga khusus seperti Instituto Brasileiro do Meio Ambiente e dos Recursos Naturais Renováveis (IBAMA) di Brasil. Lembaga ini dinilai berhasil karena memiliki kewenangan penuh, otoritas penegakan hukum, dan dukungan anggaran serta teknologi canggih seperti helikopter dan sistem pemantauan digital.
“Kalau kita punya lembaga seperti IBAMA, ini bisa menjadi KPK-nya lingkungan hidup. Bukan hanya kuat secara hukum, tapi juga tanggap dan memiliki otot untuk bergerak cepat. Kita ini anggaran untuk kehutanan juga kecil Rp13 triliun. Sementara tantangannya sangat besar.
“Kita ini negara pemilik hutan tropis nomor empat terbesar di dunia. Tapi peralatan semprotnya saja masih pakai mesin kecil. Helikopter pemadam kebakaran nyaris tidak ada. Bagaimana kita bisa respons cepat kalau semua serba terbatas?” kata Firman lagi
Karena itu, Firman mendorong pemerintah untuk meningkatkan komitmen terhadap perlindungan hutan, memberikan dukungan penuh terhadap BNPB dan lembaga terkait, serta meninjau ulang regulasi yang memperbolehkan pembakaran lahan dalam batas tertentu. “Kalau negara tidak hadir serius, jangan harap bisa menghentikan kebakaran hutan. Dan ingat, ini bukan sekadar soal lingkungan, tapi soal masa depan generasi bangsa ini,” pungkasnya.
Riyono menilai bahwa kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun ini menimbulkan dampak serius bagi lingkungan, ekonomi, hingga kesehatan masyarakat. Karenanya politisi PKS ini meminta agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola penanganan karhutla selama ini.
“Apakah kita masih menggunakan pola lama atau sudah memakai teknologi seperti negara maju? Ini harus jadi evaluasi bersama. Jangan-jangan anggaran yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana pun tidak sampai satu persen,” kata dia.
Untuk itu, pentingnya patroli dan deteksi dini di kawasan hutan, serta pemberdayaan kelompok masyarakat peduli hutan. “Mereka adalah garda terdepan yang menjaga kelestarian hutan. Mereka juga perlu diberi dukungan yang memadai..Juga pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan harus diperkuat. Ke depan harus ada kolaborasi lebih kuat antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan dalam mencegah karhutla ini,” tegas Riyono.
Kata kuncinya menurut dia, adalah kolaborasi. Pendidikan, sosialisasi, serta penghargaan bagi para penjaga hutan harus diperkuat karena mereka punya jasa besar terhadap kelestarian sumber daya hutan .
Agus Riyanto menjelaskan bahwa daerah daerah yang berpotensi terjadi kebakaran tetdebut adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Solok dan Limapuluh kota.
“Pada bulan Agustus ini merupakan puncak musim kemarau, maka BNPB bekerjasama dengan BMKG untuk terus mengantisipasi dengan mengintensifkan operasi modifikasi cuaca dan membagikan tujuh Armada untuk satuan operasi itu. Jadi, BNPB berterima kasih atas dukungan DPR RI dan wartawan untuk mengatasi karhutla ini,” ungkapnya. (MM)
Komentar