Agency Cost Terlalu Mahal : Dari Kecurigaan Menuju Keseimbangan Oleh : Yunita Niqrisah Dwi Pratiwi, Mahasiswi PDIM Universitas Islam Sultan Agung Semarang

banner1080x1080

SumselPost.co.id,- Dunia bisnis modern dibangun dalam sistem yang secara tidak sadar menormalisasi kecurigaan. Pemilik perusahaan mencurigai manajer tidak setia pada kepentingan utama. Manajer pun mencurigai sistem kontrol yang terlalu ketat akan merampas ruang geraknya. Akibatnya, dibangunlah mekanisme pengawasan, insentif finansial, dan kontrak yang kompleks. Itulah yang dikenal dengan Agency Cost : Biaya yang muncul akibat relasi yang rapuh dan tidak berbasis pada kepercayaan.

 

Namun, apakah kita akan selamanya membayar mahal hanya untuk menjaga rasa curiga? Dalam Teori Keagenan, Agency Cost sering dilihat sebagai fenomena teknis. Tapi lebih dari itu, akar utamanya adalah perilaku : adanya moral hazard, serta perilaku oportunistik dari manajer yang memprioritaskan kepentingan pribadi. Inilah mengapa dalam banyak perusahaan, pemilik terpaksa mengeluarkan biaya besar hanya untuk memastikan manajer bersikap jujur. Tapi ketika pengawasan terlalu dominan, iklim kerja menjadi kaku dan hubungan manusia jadi transaksional.

 

Skandal Wells Fargo menjadi contoh nyata. Ketika tekanan target penjualan terlalu tinggi dan sistem insentif begitu keras, ribuan karyawan bank itu membuka rekening fiktif demi memenuhi angka. Yang terjadi bukan peningkatan kepercayaan, tapi kehancuran kredibilitas. Ini bukan hanya kegagalan sistem, tapi juga kegagalan memahami hakikat perilaku manusia yang butuh keseimbangan antara dorongan dan nilai.

 

Islam hadir membawa konsep keseimbangan itu. Dalam peradaban Islam, dikenal prinsip Tawazun. Ia bukan hanya keseimbangan praktis, tetapi fondasi peradaban yang mengharmoniskan antara akal, ruhani, dan amal.

 

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Qashash (28:77) :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

 

Ayat ini menegaskan pentingnya menyeimbangkan pencapaian dunia dengan orientasi akhirat, berlaku baik kepada pihak lain, serta menghindari perilaku merusak yang kerap muncul dari keserakahan atau sistem yang salah arah.

Baca Juga  Cegah Macet Panjang, Kapolres Muara Enim Lakukan Diskresi Kepolisian Hentikan Kereta Api Babaranjang Selama 1 Jam

 

Jika prinsip tawazun ini diterapkan dalam relasi pemilik dan manajer, maka Agency Cost tidak lagi dimaknai sebagai beban, melainkan sebagai titik temu antara kepercayaan dan evaluasi. Manajer tidak hanya didefinisikan sebagai agen pencari laba, melainkan sebagai khalifah—pemikul amanah yang bertanggung jawab secara duniawi dan ukhrawi. Pemilik tidak hanya berperan sebagai pengawas, melainkan juga mitra dalam visi yang lebih luas.

 

Secara filosofis, Tawazun adalah upaya menyelaraskan tiga dimensi utama: Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Jika dalam hubungan pemilik–manajer hanya mengandalkan mekanisme kontrol tanpa sentuhan nilai, maka yang lahir hanyalah hubungan transaksional. Tetapi jika dimasukkan prinsip Tawazun, relasi tersebut menjadi kemitraan yang saling menguatkan, di mana setiap pihak menyadari tanggung jawab dunia dan akhiratnya.

 

Hasil dari penerapan Tawazun tidak hanya berupa efisiensi biaya, tetapi juga terciptanya reputasi yang baik, loyalitas karyawan, dan keberlanjutan usaha. Dalam jangka panjang, perusahaan yang menyeimbangkan antara profit dan nilai akan lebih tangguh menghadapi krisis, karena memiliki pondasi moral yang kokoh. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan pekerjaan, ia menyempurnakannya.” (HR. Al-Baihaqi). Kesempurnaan kerja yang dimaksud bukan hanya dari segi teknis, tetapi juga dari segi kejujuran, keadilan, dan keberkahan.

 

Dari sinilah muncul tawaran pendekatan baru : Tawazun Agency Cost. Sebuah gagasan yang mengintegrasikan prinsip pengelolaan modern dengan nilai-nilai Islam. Konsep ini mengusulkan pengurangan biaya kontrol lewat pembangunan budaya saling percaya, kontrak berbasis nilai, penguatan moral internal seperti amanah dan ihsan, serta kepemimpinan etis yang adil dan bertanggung jawab. Bukan sekedar kontrol sistemik, tetapi keseimbangan relasional yang manusiawi.

 

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam Hadis riwayat Muslim No.

Dunia bisnis modern dibangun dalam sistem yang secara tidak sadar menormalisasi kecurigaan. Pemilik perusahaan mencurigai manajer tidak setia pada kepentingan utama. Manajer pun mencurigai sistem kontrol yang terlalu ketat akan merampas ruang geraknya. Akibatnya, dibangunlah mekanisme pengawasan, insentif finansial, dan kontrak yang kompleks. Itulah yang dikenal dengan Agency Cost : Biaya yang muncul akibat relasi yang rapuh dan tidak berbasis pada kepercayaan.

Baca Juga  Polisi Buru Pelaku Penganiayaan Driver Ojol

Namun, apakah kita akan selamanya membayar mahal hanya untuk menjaga rasa curiga? Dalam Teori Keagenan, Agency Cost sering dilihat sebagai fenomena teknis. Tapi lebih dari itu, akar utamanya adalah perilaku : adanya moral hazard, serta perilaku oportunistik dari manajer yang memprioritaskan kepentingan pribadi. Inilah mengapa dalam banyak perusahaan, pemilik terpaksa mengeluarkan biaya besar hanya untuk memastikan manajer bersikap jujur. Tapi ketika pengawasan terlalu dominan, iklim kerja menjadi kaku dan hubungan manusia jadi transaksional.

Skandal Wells Fargo menjadi contoh nyata. Ketika tekanan target penjualan terlalu tinggi dan sistem insentif begitu keras, ribuan karyawan bank itu membuka rekening fiktif demi memenuhi angka. Yang terjadi bukan peningkatan kepercayaan, tapi kehancuran kredibilitas. Ini bukan hanya kegagalan sistem, tapi juga kegagalan memahami hakikat perilaku manusia yang butuh keseimbangan antara dorongan dan nilai.

Islam hadir membawa konsep keseimbangan itu. Dalam peradaban Islam, dikenal prinsip Tawazun. Ia bukan hanya keseimbangan praktis, tetapi fondasi peradaban yang mengharmoniskan antara akal, ruhani, dan amal.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Qashash (28:77) :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Ayat ini menegaskan pentingnya menyeimbangkan pencapaian dunia dengan orientasi akhirat, berlaku baik kepada pihak lain, serta menghindari perilaku merusak yang kerap muncul dari keserakahan atau sistem yang salah arah.

Jika prinsip tawazun ini diterapkan dalam relasi pemilik dan manajer, maka Agency Cost tidak lagi dimaknai sebagai beban, melainkan sebagai titik temu antara kepercayaan dan evaluasi. Manajer tidak hanya didefinisikan sebagai agen pencari laba, melainkan sebagai khalifah—pemikul amanah yang bertanggung jawab secara duniawi dan ukhrawi. Pemilik tidak hanya berperan sebagai pengawas, melainkan juga mitra dalam visi yang lebih luas.

Baca Juga  DPR Berharap Kroasia Jadi Pintu Masuk Ekspor CPO Indonesia ke Eropa

Secara filosofis, Tawazun adalah upaya menyelaraskan tiga dimensi utama: Hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Jika dalam hubungan pemilik–manajer hanya mengandalkan mekanisme kontrol tanpa sentuhan nilai, maka yang lahir hanyalah hubungan transaksional. Tetapi jika dimasukkan prinsip Tawazun, relasi tersebut menjadi kemitraan yang saling menguatkan, di mana setiap pihak menyadari tanggung jawab dunia dan akhiratnya.

Hasil dari penerapan Tawazun tidak hanya berupa efisiensi biaya, tetapi juga terciptanya reputasi yang baik, loyalitas karyawan, dan keberlanjutan usaha. Dalam jangka panjang, perusahaan yang menyeimbangkan antara profit dan nilai akan lebih tangguh menghadapi krisis, karena memiliki pondasi moral yang kokoh. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan pekerjaan, ia menyempurnakannya.” (HR. Al-Baihaqi). Kesempurnaan kerja yang dimaksud bukan hanya dari segi teknis, tetapi juga dari segi kejujuran, keadilan, dan keberkahan.

Dari sinilah muncul tawaran pendekatan baru : Tawazun Agency Cost. Sebuah gagasan yang mengintegrasikan prinsip pengelolaan modern dengan nilai-nilai Islam. Konsep ini mengusulkan pengurangan biaya kontrol lewat pembangunan budaya saling percaya, kontrak berbasis nilai, penguatan moral internal seperti amanah dan ihsan, serta kepemimpinan etis yang adil dan bertanggung jawab. Bukan sekedar kontrol sistemik, tetapi keseimbangan relasional yang manusiawi.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam Hadis riwayat Muslim No. 1015: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
Hadis ini menegaskan bahwa produktivitas dan kebaikan tidak dapat dipisahkan. Dalam Tawazun Agency Cost, kualitas kerja, kepercayaan, dan manfaat yang dihasilkan menjadi satu kesatuan yang tidak saling bertentangan.

Kita tidak sedang menolak sistem. Kita hanya ingin melengkapinya dengan nilai. Karena sejatinya, ketika organisasi dibangun di atas curiga, maka biayanya akan selalu mahal. Tapi jika kita mulai dari tawazun, bukan hanya biaya yang turun, tapi kualitas peradaban pun akan naik.( Rilis)

Postingan Terkait

Postingan Terkait

Komentar