Masukan INDEF untuk Kebijakan Ekonomi Pemerintah

Nasional495 Dilihat
Post ADS

JAKARTA,SumselPost.co.id – Selama lima tahun terakhir ini INDEF mengundang Presiden setidaknya 3 kali dalam acara seminar klub 100 ekonom. Beliau hadir 2 kali offline karena belum ada kasus covid-19 di Fairmont hotel dan di Syahid hotel dan 1 kali online karena ada covid-19. Jadi, meskipun INDEF selalu memberi masukan kritis terhadap pemerintah tetapi Presiden selalu memberikan apresiasi terhadap undangan INDEF.

Bahkan bersenda gurau dengan INDEF juga terjadi di forum tersebut, ketika Direktur INDEF Esther Sri Astuti angkat tangan untuk bertanya, Presiden mengiyakan, dengan beralasan:”Kalau tidak diberi saya bisa ditembak terus oleh INDEF.”

Dan, Presiden Jokowi tiba-tiba mengundang para ekonom pada Rabu (3/8/2022) agak mendadak. Pada hari Selasa malam saya mendapat undangan tetapi posisi berada di Kulonprogo, Yogyakarta. “Saya pesan tiket dapat pagi hari esoknya dan langsung test PCR cepat selesai 3 jam di Lab menteng (langganan Sekneg) sebagai syarat bertemu Presiden. Sampai waktu pertemuan jam 12.00 wib hasil test belum selesai. Saya sudah menunggu di Sekneg kemudian memutuskan pulang. Hasil test baru selesai pukul 12.30 wib,” demikian Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, Kamis (4/8/2022).

Meski ekonom senior INDEF itu tidak ikut dalam pertemuan tersebut, tapi menurutnya masukan untuk Presden itu bisa diberikan di mana saja. Baik tidak mendengarkan atau mendengarkan. Tentu baik jika Presiden tidak hanya mendengarkan bawahannya saja tetapi juga menyimak pemikiran para ekonom dari mana pun yang logis dan masuk akal untuk kebijakan ekonomi.

Menurut Didik, masukan pertama adalah APBN harus diselamatkan. Jika tidak pemerintah sekarang akan mewariskan kondisi APBN yang rentan dan rapuh, bahkan saat ini pun menjadi jalan menuju krisis anggaran atau bahkan resesi seperti telah dirasakan negara-negara lain.

Baca Juga  Miliki Puluhan Ribu Santri, Airlangga Dorong Buntet Pesantren Punya Usaha Sendiri

“Tekanan pada APBN datang dari setidakhya dua hal, yakni subsidi yang sangat besar, terutama subsidi energi, karena kenaikan harga-harga dan tekanan pembayaran utang. Presiden Jokowi terkenal berani mengambil kebijakan ekonomi dan keputusan rasional yang obyektif dan rasional untuk solusi bangsa meskipun sering kontroversial bagi publik,” jelas Didik.

Menurut Didik, di awal pemerintahannya, Presden tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar tetapi memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin. Tapi Presiden pada saat ini seperti gagap untuk mengambil keputusan mengurangi subsidi besar 500 trilyun rupiah pada saat ini.

“Jumlah subsidi ini sama besarnya dengan anggaran pemerintah SBY dengan kurs rupiah relatif tidak berbeda jauh. Tim ekonomi presiden tidak juga memberikan masukan yang benar terhadap masalah ini sehingga APBN pasca pemrintahan sekarang akan rusak berat,” ungkapnya.

Karena itu, dia mengingatkan pada tahun depan 2023 pemerintah dan DPR harus mengembalikan defisit di bawah 3 persen sesuai undang-undang yang dibuatnya. Jika rencana tahun depan masuk ke target masuk ke dalam desifit di bawah 3 persen gagal, maka ini menjadi pelanggaran konstitusi yang serius bagi pemerintah. Atau bisa jadi sesuai karakter DPR yang sekarang akan main-main dengan konstitusi, mengubah lagi target defisit tersebut di atas 3 persen lagi.

Kemungkinan yang kedua ini bisa terjadi karena karakter kolektif kebiasaan DPR dan pemerintah mempermainkan APBN dan konstitusi itu sendiri. Pelanggaran serius seperti defisit besar yang membahayakan ekonomi negara bisa saja dibuat main-main karena ketiadaan pemikiran kritis dan minus check and balances yang memadai dari sistem demokrasi kita.

“Masukan berikutnya adalah lanjutan saran saya di dalam seminar INDEF Klub 100 ekonom bersama Presiden. Jika presiden dikenal sebagai kepala negara yang sangat dikenal dan rajin blusukan ke pasar, gorong-gorong, dan sebagainya, maka yang harus dilakukan kelanjutannya adalah blusukan ke sektor-sektor industri kecil dan besar. Di sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi ini sekarang rendah dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan di sekitar dan di bawah 5 persen”, demikian Didik J Rachboini dengan suara keras sebelum presiden memberi pengarahan di dalam forum klub 100 ekonom tersebut.

Baca Juga  Perlu Tambahan Anggaran, DPR Minta LPSK Bangun Komunikasi

Didik menganggap masukan ini penting dan tetap relevan untuk presiden. Sektor industri adalah tulang punggung pertumb uhan tinggi pada dekade 1980-an dan 1990-an. Pertumbuhan ekonomi sekitar 7-8 persen pada dekade tersebut, tingkat pertum buhan sektor industri dua digit sampai 12 persen. Pada saat yang sama tingkat pertumbuhan ekspor mencapai 20-24 persen. Berbeda dengan durian runtuh ekspor naik satu tahun terakhir ini, yang akan lenyap kembali tahun berikutnya.

Dikatakan, berkali-kali presiden mengungkap perlunya hilirisasi adalah cikal bakal untuk penguatan sektor industri. Sekarang, peranan sektor industri di dalam ekonomi terus mengalami penurunan. Hilirisasi dan banyak sumberdaya alam (nikel, batu bara, mineral lain, gas alam, sawit, dan banyak lagi lainnya) merupakan jalan untuk memperkuat kembali sektor industri negara ini.

Untuk kebijakan ke depan,saya mengusulkan agar menjalankan strategi kebijakan ekonomi “outward loking” – strategi berorientasi keluar dengan pilar kebijakan ekspor dan investasi yang berklualitas (bukan investasi yang mengeruk pasar dalam negeri).

Strategi ini dalam sejarah ekonomi modern sudab dilakukan dilakukan semua negara maju, yang sukses melewati jebakan pendapagan menengah (middle income trap), seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Cina dan akan menyusul Vietnam, yang sudah menyalip Indonesia. Kebijakan ini pernah dijalankan Indonesia pada tahun 1980-an, yang merupakan best practice dari kebijakan ekonomi Indonesia yang pernah ada.

Jika tidak kata Didik, negara ini akan stagnan sebagai negara berpendapatan menengah bawah (kisaran 4000 US dollar per kapita) dan sering tergelincir menjadi negara berpendapaan menengah bawah. Sudah 7 tahun lamanya tersendat di tingkat pendapatan 4 ribu US dollar per kapita tersebut.

“Saya mendengar dalam pertemuan tersebut, Presiden berkenan menerima undangan INDEF seminar atu pertemuann Klub 100 Ekonom pada bulan September mendatang. Mudah-mudahan semua pertanyaan dan masukan ekonom seperti saya uraikan ini berkenan untuk didengar selain dari bawahannya,” pungkasnya.

Post ADS Post ADS Post ADS Post ADS Post ADS

Komentar