PALEMBANG.Sumselpost.co.id – Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan salah satu Provinsi yang menjadi langganan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Tercatat pada tahun 2015 sampai 2020 setidaknya sekitar 1.012.683,97 Ha wilayah yang terbakar.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG) menargetkan 2 juta Ha lahan gambut yang
akan direstorasi sampai dengan tahun 2020, dan Sumsel mendapat target restorasi sebesar 615.907, 49 ha dari sekitar 1.4 juta ha luas gambut di Sumsel.
Merujuk pada PP No.57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Penanggung jawab usaha dan/usaha kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut di dalam
atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
Maka Walhi Sumsel dan Pantau Gambut melakukan Pemantauan Restorasi Gambut di Provinsi Sumsel.
“Ada 6 perusahaan yang dilakukan pemantauan antara lain: PT Waringin Agro Jaya, PT Gading Cempaka Graha, PT Kelantan Sakti, PT Rambang Agro Jaya, PT Sampoerna Agro Tbk dan PT Tempirai Palm Resource.
Keenam perusahaan ini berada di Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) yang sama yaitu Sungai Burnai dan Sungai Sibumbung.
Berdasarkan dokumen Rencana Tindak Tahunan (RTT) Badan Restorasi Gambut Tahun 2018, analisa terjadinya kebakaran hutan dan lahan, peta Fungsi Ekosistem Gambut (FEG)
dan analisis spasial tim pemantauan menentukan beberapa titik sampel yang menjadi pemantauan restorasi gambut di 6 perusahaan,” kata Puspita Indah Sari S, Manager Kampanye Walhi Sumsel, saat jumpa pers di Hotel Swarnadwipa, Palembang, Kamis (4/2/2021)
Dari fakta-fakta lapangan yang ditemukan tim lapangan menurutnya dapat di simpulkan bahwa upaya restorasi gambut di 6 perusahaan ini menurutnya masih lemah.
Walhi Sumsel meminta Pemerintah Provinsi Sumsel dan Badan Restorasi Gambut dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengeluarkan data-data berapa luas yang sudah di restorasi
dan bagaimana perusahaan melakukan restorasi, apakah benar perusahaan ini juga sudah melakukan restorasi.
Selain itu menurutnya, harus ada keseriusan pemerintah untuk melakukan pemantauan dan mengevaluasi perizinan perusahaan yang terbakar berulang di 6 perusahaan ini .
“Jadi hasil pemantauan kami memang minimnya keterbukaan informasi apa saja perusahaan yang sudah melakukan restorasi,” katanya.
Selain itu menurutnya, keseriusan pemerintah juga harus dilakukan dalam bentuk melakukan pemantauan dan evaluasi perizinan perusahaan-perusahaan yang terbakar berulang setiap tahunnya di Sumsel.
“Kasus-kasus korporasi yang terbakar dan masuk di ranah hukum banyak penyidikannya dihentikan. Tidak ada upaya pencabutan izin maupun review izin pada kawasan konsesi yang terbakar berulang dari tahun ke tahun,” katanya.
(Dk)
Komentar