Aturan Protokol Persidangan Menuai Protes Koalisi Pers Sumsel

Sumsel408 Dilihat
Post ADS

PALEMBANG,SumselPost.co.id – Buntut pelaranga bebrapa wartawan mengambil gambar di digelar pengadilan negeri (PN) Palembang bebrapa waktu lalu menuai protes dari berbagai elemen Jurnalis yang ada di sumsel.

Mereka membentuk koalisi dengan dinamai Koalisi Pers Sumatera Selatan (KPSS) mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Perma tersebut dinilai membatasi kerja dan jurnalis dan kebebasan pers.

Tuntutan ini disampaikan melalui petisi yang diterbitkan KPSS. Koalisi tersebut baru saja dideklarasikan bersama oleh delapan organisasi pers.

Yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palembang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumsel,

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumsel, Serikat Perusahan Pers (SPS) Sumsel, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumsel, dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumsel.

Ketua AJI Palembang Prawira Maulana menilai Perma tersebut tidak berpihak kepada sistem kerja jurnalis di lapangan.

Di dalam Pasal 4 Ayat 6 Perma terdapat aturan ‘pengambilan foto, rekaman audio dan atau rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan.

“Aturan ini harus ditentang dan dicabut. Kami desak MA melakukannya,” ungkap Prawira, Jumat (8/1/2020).

Dikatakan, Perma akan mengkebiri salah satu fungsi pers sebagai kontrol sosial dan membuka praktik kriminalisasi bagi jurnalis yang melanggar aturan dengan dalih menghina peradilan.

Padahal kebebasan pers dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang di dalamnya tertulis ‘untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3).

Baca Juga  Komunitas Kejar Mimpi Goes To School di SDN 219 Palembang

“Kami itu delapan organisasi pers bersepakat membentuk KPSS dan mengeluarkan petisi bersama menolak Perma Nomor 5 Tahun 2020,” tegasnya.

Adapun petisi tersebut berisi enam tuntutan. Yakni pertama MA untuk segera mencabut rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua hakim.

Peraturan MA ini dinilai tidak sejalan dengan UU Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Kedua, meminta MA tidak terus membuat ketentuan yang bisa membatasi jurnalis bekerja karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers.

Ketiga, meminta Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang dan pengadilan yang lainnya di Sumsel untuk menyampaikan petisi ini ke MA agar aturan segera dicabut.

Keempat mendesak Dewan Pers untuk menyiapkan langkah-langkah agar Pasal 4 ayat 6 Perma Nomor 5 Tahun 2020 segera dicabut karena mengganggu kinerja-kinerja pers di seluruh Indonesia.

Kelima, menyerukan agar masyarakat pers di daerah lainnya menyuarakan penolakan serupa tentang Pasal 4 ayat 6 Perma Tahun 2020. Dan keenam mengimbau para jurnalis untuk tetap tertib dan profesional saat meliput di ruang sidang.

“Kami harap jurnalis di Indonesia bersikap yang sama karena Perma tersebut mengkebiri kebebasan pers,” tegasnya

(Merd)

Post ADS Post ADS Post ADS Post ADS Post ADS

Komentar